Monday, November 22, 2010

Sejarah Linguistik

Gambaran Umum Ilmu Bahasa (Linguistik)
Oleh: Deny A. Kwary

I. Pendahuluan
Dalam berbagai kamus umum, linguistik didefinisikan sebagai ‘ilmu bahasa’ atau ‘studi ilmiah mengenai bahasa’ (Matthews 1997). Dalam The New Oxford Dictionary of English (2003), linguistik didefinisikan sebagai berikut:
“The scientific study of language and its structure, including the study of grammar, syntax, and phonetics. Specific branches of linguistics include sociolinguistics, dialectology, psycholinguistics, computational linguistics, comparative linguistics, and structural linguistics.”
Program studi Ilmu Bahasa mulai jenjang S1 sampai S3, bahkan sampai post-doctoral program telah banyak ditawarkan di universitas terkemuka, seperti University of California in Los Angeles (UCLA), Harvard University, Massachusett Institute of Technology (MIT), University of Edinburgh, dan Oxford University. Di Indonesia, paling tidak ada dua universitas yang membuka program S1 sampai S3 untuk ilmu bahasa, yaitu Universitas Indonesia dan Universitas Katolik Atma Jaya.

II. Sejarah Perkembangan Ilmu Bahasa
Ilmu bahasa yang dipelajari saat ini bermula dari penelitian tentang bahasa sejak zaman Yunani (abad 6 SM). Secara garis besar studi tentang bahasa dapat dibedakan antara (1) tata bahasa tradisional dan (2) linguistik modern.
2. 1 Tata Bahasa Tradisional
Pada zaman Yunani para filsuf meneliti apa yang dimaksud dengan bahasa dan apa hakikat bahasa. Para filsuf tersebut sependapat bahwa bahasa adalah sistem tanda. Dikatakan bahwa manusia hidup dalam tanda-tanda yang mencakup segala segi kehidupan manusia, misalnya bangunan, kedokteran, kesehatan, geografi, dan sebagainya. Tetapi mengenai hakikat bahasa – apakah bahasa mirip realitas atau tidak – mereka belum sepakat. Dua filsuf besar yang pemikirannya terus berpengaruh sampai saat ini adalah Plato dan Aristoteles.
Plato berpendapat bahwa bahasa adalah physei atau mirip realitas; sedangkan Aristoteles mempunyai pendapat sebaliknya yaitu bahwa bahasa adalah thesei atau tidak mirip realitas kecuali onomatope dan lambang bunyi (sound symbolism). Pandangan Plato bahwa bahasa mirip dengan realitas atau non-arbitrer diikuti oleh kaum naturalis; pandangan Aristoteles bahwa bahasa tidak mirip dengan realitas atau arbitrer diikuti oleh kaum konvensionalis. Perbedaan pendapat ini juga merambah ke masalah keteraturan (regular) atau ketidakteraturan (irregular) dalam bahasa. Kelompok penganut pendapat adanya keteraturan bahasa adalah kaum analogis yang pandangannya tidak berbeda dengan kaum naturalis; sedangkan kaum anomalis yang berpendapat adanya ketidakteraturan dalam bahasa mewarisi pandangan kaum konvensionalis. Pandangan kaum anomalis mempengaruhi pengikut aliran Stoic. Kaum Stoic lebih tertarik pada masalah asal mula bahasa secara filosofis. Mereka membedakan adanya empat jenis kelas kata, yakni nomina, verba, konjungsi dan artikel.
Pada awal abad 3 SM studi bahasa dikembangkan di kota Alexandria yang merupakan koloni Yunani. Di kota itu dibangun perpustakaan besar yang menjadi pusat penelitian bahasa dan kesusastraan. Para ahli dari kota itu yang disebut kaum Alexandrian meneruskan pekerjaan kaum Stoic, walaupun mereka sebenarnya termasuk kaum analogis. Sebagai kaum analogis mereka mencari keteraturan dalam bahasa dan berhasil membangun pola infleksi bahasa Yunani. Apa yang dewasa ini disebut "tata bahasa tradisional" atau " tata bahasa Yunani" , penamaan itu tidak lain didasarkan pada hasil karya kaum Alexandrian ini.
Salah seorang ahli bahasa bemama Dionysius Thrax (akhir abad 2 SM) merupakan orang pertama yang berhasil membuat aturan tata bahasa secara sistematis serta menambahkan kelas kata adverbia, partisipel, pronomina dan preposisi terhadap empat kelas kata yang sudah dibuat oleh kaum Stoic. Di samping itu sarjana ini juga berhasil mengklasifikasikan kata-kata bahasa Yunani menurut kasus, jender, jumlah, kala, diatesis (voice) dan modus.
Pengaruh tata bahasa Yunani sampai ke kerajaan Romawi. Para ahli tata bahasa Latin mengadopsi tata bahasa Yunani dalam meneliti bahasa Latin dan hanya melakukan sedikit modifikasi, karena kedua bahasa itu mirip. Tata bahasa Latin dibuat atas dasar model tata bahasa Dionysius Thrax. Dua ahli bahasa lainnya, Donatus (tahun 400 M) dan Priscian (tahun 500 M) juga membuat buku tata bahasa klasik dari bahasa Latin yang berpengaruh sampai ke abad pertengahan.
Selama abad 13-15 bahasa Latin memegang peranan penting dalam dunia pendidikan di samping dalam agama Kristen. Pada masa itu gramatika tidak lain adalah teori tentang kelas kata. Pada masa Renaisans bahasa Latin menjadi sarana untuk memahami kesusastraan dan mengarang. Tahun 1513 Erasmus mengarang tata bahasa Latin atas dasar tata bahasa yang disusun oleh Donatus.
Minat meneliti bahasa-bahasa di Eropa sebenarnya sudah dimulai sebelum zaman Renaisans, antara lain dengan ditulisnya tata bahasa Irlandia (abad 7 M), tata bahasa Eslandia (abad 12), dan sebagainya. Pada masa itu bahasa menjadi sarana dalam kesusastraan, dan bila menjadi objek penelitian di universitas tetap dalam kerangka tradisional. Tata bahasa dianggap sebagai seni berbicara dan menulis dengan benar. Tugas utama tata bahasa adalah memberi petunjuk tentang pemakaian "bahasa yang baik" , yaitu bahasa kaum terpelajar. Petunjuk pemakaian "bahasa yang baik" ini adalah untuk menghindarkan terjadinya pemakaian unsur-unsur yang dapat "merusak" bahasa seperti kata serapan, ragam percakapan, dan sebagainya.
Tradisi tata bahasa Yunani-Latin berpengaruh ke bahasa-bahasa Eropa lainnya. Tata bahasa Dionysius Thrax pada abad 5 diterjemahkan ke dalam bahasa Armenia, kemudian ke dalam bahasa Siria. Selanjutnya para ahli tata bahasa Arab menyerap tata bahasa Siria.
Selain di Eropa dan Asia Barat, penelitian bahasa di Asia Selatan yang perlu diketahui adalah di India dengan ahli gramatikanya yang bemama Panini (abad 4 SM). Tata bahasa Sanskrit yang disusun ahli ini memiliki kelebihan di bidang fonetik. Keunggulan ini antara lain karena adanya keharusan untuk melafalkan dengan benar dan tepat doa dan nyanyian dalam kitab suci Weda.
Sampai menjelang zaman Renaisans, bahasa yang diteliti adalah bahasa Yunani, dan Latin. Bahasa Latin mempunyai peran penting pada masa itu karena digunakan sebagai sarana dalam dunia pendidikan, administrasi dan diplomasi internasional di Eropa Barat. Pada zaman Renaisans penelitian bahasa mulai berkembang ke bahasa-bahasa Roman (bahasa Prancis, Spanyol, dan Italia) yang dianggap berindukkan bahasa Latin, juga kepada bahasa-bahasa yang nonRoman seperti bahasa Inggris, Jerman, Belanda, Swedia, dan Denmark.

2. 2 Linguistik Modern
2. 2. 1 Linguistik Abad 19
Pada abad 19 bahasa Latin sudah tidak digunakan lagi dalam kehidupan sehari-hari, maupun dalam pemerintahan atau pendidikan. Objek penelitian adalah bahasa-bahasa yang dianggap mempunyai hubungan kekerabatan atau berasal dari satu induk bahasa. Bahasa-bahasa dikelompokkan ke dalam keluarga bahasa atas dasar kemiripan fonologis dan morfologis. Dengan demikian dapat diperkirakan apakah bahasa-bahasa tertentu berasal dari bahasa moyang yang sama atau berasal dari bahasa proto yang sama sehingga secara genetis terdapat hubungan kekerabatan di antaranya. Bahasa-bahasa Roman, misalnya secara genetis dapat ditelusuri berasal dari bahasa Latin yang menurunkan bahasa Perancis, Spanyol, dan Italia.
Untuk mengetahui hubungan genetis di antara bahasa-bahasa dilakukan metode komparatif. Antara tahun 1820-1870 para ahli linguistik berhasil membangun hubungan sistematis di antara bahasa-bahasa Roman berdasarkan struktur fonologis dan morfologisnya. Pada tahun 1870 itu para ahli bahasa dari kelompok Junggramatiker atau Neogrammarian berhasil menemukan cara untuk mengetahui hubungan kekerabatan antarbahasa berdasarkan metode komparatif.
Beberapa rumpun bahasa yang berhasil direkonstruksikan sampai dewasa ini antara lain:
1. Rumpun Indo-Eropa: bahasa Jerman, Indo-Iran, Armenia, Baltik, Slavis, Roman, Keltik, Gaulis.
2. Rumpun Semito-Hamit: bahasa Arab, Ibrani, Etiopia.
3. Rumpun Chari-Nil; bahasa Bantu, Khoisan.
4. Rumpun Dravida: bahasa Telugu, Tamil, Kanari, Malayalam.
5. Rumpun Austronesia atau Melayu-Polinesia: bahasa Melayu, Melanesia, Polinesia.
6. Rumpun Austro-Asiatik: bahasa Mon-Khmer, Palaung, Munda, Annam.
7. Rumpun Finno-Ugris: bahasa Ungar (Magyar), Samoyid.
8. Rumpun Altai: bahasa Turki, Mongol, Manchu, Jepang, Korea.
9. Rumpun Paleo-Asiatis: bahasa-bahasa di Siberia.
10. Rumpun Sino-Tibet: bahasa Cina, Thai, Tibeto-Burma.
11. Rumpun Kaukasus: bahasa Kaukasus Utara, Kaukasus Selatan.
12. Bahasa-bahasa Indian: bahasa Eskimo, Maya Sioux, Hokan
13. Bahasa-bahasa lain seperti bahasa di Papua, Australia dan Kadai.
Ciri linguistik abad 19 sebagai berikut:
1) Penelitian bahasa dilakukan terhadap bahasa-bahasa di Eropa, baik bahasa-bahasa Roman maupun nonRoman.
2) Bidang utama penelitian adalah linguistik historis komparatif. Yang diteliti adalah hubungan kekerabatan dari bahasa-bahasa di Eropa untuk mengetahui bahasa-bahasa mana yang berasal dari induk yang sama. Dalam metode komparatif itu diteliti perubahan bunyi kata-kata dari bahasa yang dianggap sebagai induk kepada bahasa yang dianggap sebagai keturunannya. Misalnya perubahan bunyi apa yang terjadi dari kata barang, yang dalam bahasa Latin berbunyi causa menjadi chose dalam bahasa Perancis, dan cosa dalam bahasa Italia dan Spanyol.
3) Pendekatan bersifat atomistis. Unsur bahasa yang diteliti tidak dihubungkan dengan unsur lainnya, misalnya penelitian tentang kata tidak dihubungkan dengan frase atau kalimat.

2. 2. 2 Linguistik Abad 20
Pada abad 20 penelitian bahasa tidak ditujukan kepada bahasa-bahasa Eropa saja, tetapi juga kepada bahasa-bahasa yang ada di dunia seperti di Amerika (bahasa-bahasa Indian), Afrika (bahasa-bahasa Afrika) dan Asia (bahasa-bahasa Papua dan bahasa banyak negara di Asia). Ciri-cirinya:
1) Penelitian meluas ke bahasa-bahasa di Amerika, Afrika, dan Asia.
2) Pendekatan dalam meneliti bersifat strukturalistis, pada akhir abad 20 penelitian yang bersifat fungsionalis juga cukup menonjol.
3) Tata bahasa merupakan bagian ilmu dengan pembidangan yang semakin rumit. Secara garis besar dapat dibedakan atas mikrolinguistik, makro linguistik, dan sejarah linguistik.
4) Penelitian teoretis sangat berkembang.
5) Otonomi ilmiah makin menonjol, tetapi penelitian antardisiplin juga berkembang.
6) Prinsip dalam meneliti adalah deskripsi dan sinkronis
Keberhasilan kaum Junggramatiker merekonstruksi bahasa-bahasa proto di Eropa mempengaruhi pemikiran para ahli linguistik abad 20, antara lain Ferdinand de Saussure. Sarjana ini tidak hanya dikenal sebagai bapak linguistik modern, melainkan juga seorang tokoh gerakan strukturalisme. Dalam strukturalisme bahasa dianggap sebagai sistem yang berkaitan (system of relation). Elemen-elemennya seperti kata, bunyi saling berkaitan dan bergantung dalam membentuk sistem tersebut.
Beberapa pokok pemikiran Saussure:
(1) Bahasa lisan lebih utama dari pada bahasa tulis. Tulisan hanya merupakan sarana yang mewakili ujaran.
(2) Linguistik bersifat deskriptif, bukan preskriptif seperti pada tata bahasa tradisional. Para ahli linguistik bertugas mendeskripsikan bagaimana orang berbicara dan menulis dalam bahasanya, bukan memberi keputusan bagaimana seseorang seharusnya berbicara.
(3) Penelitian bersifat sinkronis bukan diakronis seperti pada linguistik abad 19. Walaupun bahasa berkembang dan berubah, penelitian dilakukan pada kurun waktu tertentu.
(4) Bahasa merupakan suatu sistem tanda yang bersisi dua, terdiri dari signifiant (penanda) dan signifie (petanda). Keduanya merupakan wujud yang tak terpisahkan, bila salah satu berubah, yang lain juga berubah.
(5) Bahasa formal maupun nonformal menjadi objek penelitian.
(6) Bahasa merupakan sebuah sistem relasi dan mempunyai struktur.
(7) Dibedakan antara bahasa sebagai sistem yang terdapat dalam akal budi pemakai bahasa dari suatu kelompok sosial (langue) dengan bahasa sebagai manifestasi setiap penuturnya (parole).
(8) Dibedakan antara hubungan asosiatif dan sintagmatis dalam bahasa. Hubungan asosiatif atau paradigmatis ialah hubungan antarsatuan bahasa dengan satuan lain karena ada kesamaan bentuk atau makna. Hubungan sintagmatis ialah hubungan antarsatuan pembentuk sintagma dengan mempertentangkan suatu satuan dengan satuan lain yang mengikuti atau mendahului.
Gerakan strukturalisme dari Eropa ini berpengaruh sampai ke benua Amerika. Studi bahasa di Amerika pada abad 19 dipengaruhi oleh hasil kerja akademis para ahli Eropa dengan nama deskriptivisme. Para ahli linguistik Amerika mempelajari bahasa-bahasa suku Indian secara deskriptif dengan cara menguraikan struktur bahasa. Orang Amerika banyak yang menaruh perhatian pada masalah bahasa. Thomas Jefferson, presiden Amerika yang ketiga (1801-1809), menganjurkan agar supaya para ahli linguistik Amerika mulai meneliti bahasa-bahasa orang Indian. Seorang ahli linguistik Amerika bemama William Dwight Whitney (1827-1894) menulis sejumlah buku mengenai bahasa, antara lain Language and the Study of Language (1867).
Tokoh linguistik lain yang juga ahli antropologi adalah Franz Boas (1858-1942). Sarjana ini mendapat pendidikan di Jerman, tetapi menghabiskan waktu mengajar di negaranya sendiri. Karyanya berupa buku Handbook of American Indian languages (1911-1922) ditulis bersama sejumlah koleganya. Di dalam buku tersebut terdapat uraian tentang fonetik, kategori makna dan proses gramatikal yang digunakan untuk mengungkapkan makna. Pada tahun 1917 diterbitkan jurnal ilmiah berjudul International Journal of American Linguistics.
Pengikut Boas yang berpendidikan Amerika, Edward Sapir (1884-1939), juga seorang ahli antropologi dinilai menghasilkan karya-karya yang sangat cemerlang di bidang fonologi. Bukunya, Language (1921) sebagian besar mengenai tipologi bahasa. Sumbangan Sapir yang patut dicatat adalah mengenai klasifikasi bahasa-bahasa Indian.
Pemikiran Sapir berpengaruh pada pengikutnya, L. Bloomfield (1887-1949), yang melalui kuliah dan karyanya mendominasi dunia linguistik sampai akhir hayatnya. Pada tahun 1914 Bloomfield menulis buku An Introduction to Linguistic Science. Artikelnya juga banyak diterbitkan dalam jurnal Language yang didirikan oleh Linguistic Society of America tahun 1924. Pada tahun 1933 sarjana ini menerbitkankan buku Language yang mengungkapkan pandangan behaviorismenya tentang fakta bahasa, yakni stimulus-response atau rangsangan-tanggapan. Teori ini dimanfaatkan oleh Skinner (1957) dari Universitas Harvard dalam pengajaran bahasa melalui teknik drill.
Dalam bukunya Language, Bloomfield mempunyai pendapat yang bertentangan dengan Sapir. Sapir berpendapat fonem sebagai satuan psikologis, tetapi Bloomfield berpendapat fonem merupakan satuan behavioral. Bloomfield dan pengikutnya melakukan penelitian atas dasar struktur bahasa yang diteliti, karena itu mereka disebut kaum strukturalisme dan pandangannya disebut strukturalis.
Bloomfield beserta pengikutnya menguasai percaturan linguistik selama lebih dari 20 tahun. Selama kurun waktu itu kaum Bloomfieldian berusaha menulis tata bahasa deskriptif dari bahasa-bahasa yang belum memiliki aksara. Kaum Bloomfieldian telah berjasa meletakkan dasar-dasar bagi penelitian linguistik di masa setelah itu.
Bloomfield berpendapat fonologi, morfologi dan sintaksis merupakan bidang mandiri dan tidak berhubungan. Tata bahasa lain yang memperlakukan bahasa sebagai sistem hubungan adalah tata bahasa stratifikasi yang dipelopori oleh S.M. Lamb. Tata bahasa lainnya yang memperlakukan bahasa sebagai sistem unsur adalah tata bahasa tagmemik yang dipelopori oleh K. Pike. Menurut pendekatan ini setiap gatra diisi oleh sebuah elemen. Elemen ini bersama elemen lain membentuk suatu satuan yang disebut tagmem.
Murid Sapir lainnya, Zellig Harris, mengaplikasikan metode strukturalis ke dalam analisis segmen bahasa. Sarjana ini mencoba menghubungkan struktur morfologis, sintaktis, dan wacana dengan cara yang sama dengan yang dilakukan terhadap analisis fonologis. Prosedur penelitiannya dipaparkan dalam bukunya Methods in Structural Linguistics (1951).
Ahli linguistik yang cukup produktif dalam membuat buku adalah Noam Chomsky. Sarjana inilah yang mencetuskan teori transformasi melalui bukunya Syntactic Structures (1957), yang kemudian disebut classical theory. Dalam perkembangan selanjutnya, teori transformasi dengan pokok pikiran kemampuan dan kinerja yang dicetuskannya melalui Aspects of the Theory of Syntax (1965) disebut standard theory. Karena pendekatan teori ini secara sintaktis tanpa menyinggung makna (semantik), teori ini disebut juga sintaksis generatif (generative syntax). Pada tahun 1968 sarjana ini mencetuskan teori extended standard theory. Selanjutnya pada tahun 1970, Chomsky menulis buku generative semantics; tahun 1980 government and binding theory; dan tahun 1993 Minimalist program.

III. Paradigma
Kata paradigma diperkenalkan oleh Thomas Khun pada sekitar abad 15. Paradigma adalah prestasi ilmiah yang diakui pada suatu masa sebagai model untuk memecahkan masalah ilmiah dalam kalangan tertentu. Paradigma dapat dikatakan sebagai norma ilmiah. Contoh paradigma yang mulai tumbuh sejak zaman Yunani tetapi pengaruhnya tetap terasa sampai zaman modern ini adalah paradigma Plato dan paradigma Aristoteles. Paradigma Plato berintikan pendapat Plato bahwa bahasa adalah physei atau mirip dengan realitas, disebut juga non-arbitrer atau ikonis. Paradigma Aristoteles berintikan bahwa bahasa adalah thesei atau tidak mirip dengan realitas, kecuali onomatope, disebut arbitrer atau non-ikonis. Kedua paradigma ini saling bertentangan, tetapi dipakai oleh peneliti dalam memecahkan masalah bahasa, misalnya tentang hakikat tanda bahasa.
Pada masa tertentu paradigma Plato banyak digunakan ahli bahasa untuk memecahkan masalah linguistik. Penganut paradigma Plato ini disebut kaum naturalis. Mereka menolak gagasan kearbitreran. Pada masa tertentu lainnya paradigma Aristoteles digunakan mengatasi masalah linguistik. Penganut paradigma Aristoteles disebut kaum konvensionalis. Mereka menerima adanya kearbiteran antara bahasa dengan realitas.
Pertentangan antara kedua paradigma ini terus berlangsung sampai abad 20. Di bidang linguistik dan semiotika dikenal tokoh Ferdinand de Saussure sebagai penganut paradigma .Aristoteles dan Charles S. Peirce sebagai penganut paradigma Plato. Mulai dari awal abad 19 sampai tahun 1960-an paradigma Aristoteles yang diikuti Saussure yang berpendapat bahwa bahasa adalah sistem tanda yang arbitrer digunakan dalam memecahkan masalah-masalah linguistik. Tercatat beberapa nama ahli linguistik seperti Bloomfield dan Chomsky yang dalam pemikirannya menunjukkan pengaruh Saussure dan paradigma Aristoteles. Menjelang pertengahan tahun 60-an dominasi paradigma Aristoteles mulai digoyahkan oleh paradigma Plato melalui artikel R. Jakobson "Quest for the Essence of Language" (1967) yang diilhami oleh Peirce. Beberapa nama ahli linguistik seperti T. Givon, J. Haiman, dan W. Croft tercatat sebagai penganut paradigma Plato.

IV. Cakupan dan Kemaknawian Ilmu Bahasa
Secara umum, bidang ilmu bahasa dibedakan atas linguistik murni dan linguistik terapan. Bidang linguistik murni mencakup fonetik, fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik. Sedangkan bidang linguistik terapan mencakup pengajaran bahasa, penerjemahan, leksikografi, dan lain-lain. Beberapa bidang tersebut dijelaskan dalam sub-bab berikut ini.
4. 1 Fonetik
Fonetik mengacu pada artikulasi bunyi bahasa. Para ahli fonetik telah berhasil menentukan cara artikulasi dari berbagai bunyi bahasa dan membuat abjad fonetik internasional sehingga memudahkan seseorang untuk mempelajari dan mengucapkan bunyi yang tidak ada dalam bahasa ibunya. Misalnya dalam bahasa Inggris ada perbedaan yang nyata antara bunyi tin dan thin, dan antara they dan day, sedangkan dalam bahasa Indonesia tidak. Dengan mempelajari fonetik, orang Indonesia akan dapat mengucapkan kedua bunyi tersebut dengan tepat.
Abjad fonetik internasional, yang didukung oleh laboratorium fonetik, departemen linguistik, UCLA, penting dipelajari oleh semua pemimpin, khususnya pemimpin negara. Dengan kemampuan membaca abjad fonetik secara tepat, seseorang dapat memberikan pidato dalam ratusan bahasa. Misalnya, jika seorang pemimpin di Indonesia mengadakan kunjungan ke Cina, ia cukup meminta staf-nya untuk menerjemahkan pidatonya ke bahasa Cina dan menulisnya dengan abjad fonetik, sehingga ia dapat memberikan pidato dalam bahasa Cina dengan ucapan yang tepat. Salah seorang pemimpin yang telah memanfaatkan abjad fonetik internasional adalah Paus Yohanes Paulus II. Ke negara manapun beliau berkunjung, beliau selalu memberikan khotbah dengan menggunakan bahasa setempat. Apakah hal tersebut berarti bahwa beliau memahami semua bahasa di dunia? Belum tentu, namun cukup belajar fonetik saja untuk mampu mengucapkan bunyi ratusan bahasa dengan tepat.

4. 2 Fonologi
Fonologi mengacu pada sistem bunyi bahasa. Misalnya dalam bahasa Inggris, ada gugus konsonan yang secara alami sulit diucapkan oleh penutur asli bahasa Inggris karena tidak sesuai dengan sistem fonologis bahasa Inggris, namun gugus konsonan tersebut mungkin dapat dengan mudah diucapkan oleh penutur asli bahasa lain yang sistem fonologisnya terdapat gugus konsonan tersebut. Contoh sederhana adalah pengucapan gugus ‘ng’ pada awal kata, hanya berterima dalam sistem fonologis bahasa Indonesia, namun tidak berterima dalam sistem fonologis bahasa Inggris. Kemaknawian utama dari pengetahuan akan sistem fonologi ini adalah dalam pemberian nama untuk suatu produk, khususnya yang akan dipasarkan di dunia internasional. Nama produk tersebut tentunya akan lebih baik jika disesuaikan dengan sistem fonologis bahasa Inggris, sebagai bahasa internasional.

4. 3 Morfologi
Morfologi lebih banyak mengacu pada analisis unsur-unsur pembentuk kata. Sebagai perbandingan sederhana, seorang ahli farmasi (atau kimia?) perlu memahami zat apa yang dapat bercampur dengan suatu zat tertentu untuk menghasilkan obat flu yang efektif; sama halnya seorang ahli linguistik bahasa Inggris perlu memahami imbuhan apa yang dapat direkatkan dengan suatu kata tertentu untuk menghasilkan kata yang benar. Misalnya akhiran -¬en dapat direkatkan dengan kata sifat dark untuk membentuk kata kerja darken, namun akhiran -¬en tidak dapat direkatkan dengan kata sifat green untuk membentuk kata kerja. Alasannya tentu hanya dapat dijelaskan oleh ahli bahasa, sedangkan pengguna bahasa boleh saja langsung menggunakan kata tersebut. Sama halnya, alasan ketentuan pencampuran zat-zat kimia hanya diketahui oleh ahli farmasi, sedangkan pengguna obat boleh saja langsung menggunakan obat flu tersebut, tanpa harus mengetahui proses pembuatannya.

4. 4 Sintaksis
Analisis sintaksis mengacu pada analisis frasa dan kalimat. Salah satu kemaknawiannya adalah perannya dalam perumusan peraturan perundang-undangan. Beberapa teori analisis sintaksis dapat menunjukkan apakah suatu kalimat atau frasa dalam suatu peraturan perundang-undangan bersifat ambigu (bermakna ganda) atau tidak. Jika bermakna ganda, tentunya perlu ada penyesuaian tertentu sehingga peraturan perundang-undangan tersebut tidak disalahartikan baik secara sengaja maupun tidak sengaja.

4. 5 Semantik
Kajian semantik membahas mengenai makna bahasa. Analisis makna dalam hal ini mulai dari suku kata sampai kalimat. Analisis semantik mampu menunjukkan bahwa dalam bahasa Inggris, setiap kata yang memiliki suku kata ‘pl’ memiliki arti sesuatu yang datar sehingga tidak cocok untuk nama produk/benda yang cekung. Ahli semantik juga dapat membuktikan suku kata apa yang cenderung memiliki makna yang negatif, sehingga suku kata tersebut seharusnya tidak digunakan sebagai nama produk asuransi. Sama halnya dengan seorang dokter yang mengetahui antibiotik apa saja yang sesuai untuk seorang pasien dan mana yang tidak sesuai.
4. 6 Pengajaran Bahasa
Ahli bahasa adalah guru dan/atau pelatih bagi para guru bahasa. Ahli bahasa dapat menentukan secara ilmiah kata-kata apa saja yang perlu diajarkan bagi pelajar bahasa tingkat dasar. Para pelajar hanya langsung mempelajari kata-kata tersebut tanpa harus mengetahui bagaimana kata-kata tersebut disusun. Misalnya kata-kata dalam buku-buku Basic English. Para pelajar (dan guru bahasa Inggris dasar) tidak harus mengetahui bahwa yang dimaksud Basic adalah B(ritish), A(merican), S(cientific), I(nternational), C(ommercial), yang pada awalnya diolah pada tahun 1930an oleh ahli linguistik C. K. Ogden. Pada masa awal tersebut, Basic English terdiri atas 850 kata utama.
Selanjutnya, pada tahun 1953, Michael West menyusun General Service List yang berisikan dua kelompok kata utama (masing-masing terdiri atas 1000 kata) yang diperlukan oleh pelajar untuk dapat berbicara dalam bahasa Inggris. Daftar tersebut terus dikembangkan oleh berbagai universitas ternama yang memiliki jurusan linguistik. Pada tahun 1998, Coxhead dari Victoria University or Wellington, berhasil menyelesaikan suatu proyek kosakata akademik yang dilakukan di semua fakultas di universitas tersebut dan menghasilkan Academic Wordlist, yaitu daftar kata-kata yang wajib diketahui oleh mahasiswa dalam membaca buku teks berbahasa Inggris, menulis laporan dalam bahasa Inggris, dan tujuannya lainnya yang bersifat akademik.
Proses penelitian hingga menjadi materi pelajaran atau buku bahasa Inggris yang bermanfaat hanya diketahui oleh ahli bahasa yang terkait, sedangkan pelajar bahasa dapat langung mempelajari dan memperoleh manfaatnya. Sama halnya dalam ilmu kedokteran, proses penelitian hingga menjadi obat yang bermanfaat hanya diketahui oleh dokter, sedangkan pasien dapat langsung menggunakannya dan memperoleh manfaatnya.

4. 7 Leksikografi
Leksikografi adalah bidang ilmu bahasa yang mengkaji cara pembuatan kamus. Sebagian besar (atau bahkan semua) sarjana memiliki kamus, namun mereka belum tentu tahu bahwa penulisan kamus yang baik harus melalui berbagai proses.
Dua nama besar yang mengawali penyusunan kamus adalah Samuel Johnson (1709-1784) dan Noah Webster (1758-1843). Johnson, ahli bahasa dari Inggris, membuat Dictionary of the English Language pada tahun 1755, yang terdiri atas dua volume. Di Amerika, Webster pertama kali membuat kamus An American Dictionary of the English Language pada tahun 1828, yang juga terdiri atas dua volume. Selanjutnya, pada tahun 1884 diterbitkan Oxford English Dictionary yang terdiri atas 12 volume.
Saat ini, kamus umum yang cukup luas digunakan adalah Oxford Advanced Learner’s Dictionary. Mengapa kamus Oxford? Beberapa orang mungkin secara sederhana akan menjawab karena kamus tersebut lengkap dan cukup mudah dimengerti. Tidak banyak yang tahu bahwa (setelah tahun 1995) kamus tersebut ditulis berdasarkan hasil analisis British National Corpus yang melibatkan cukup banyak ahli bahasa dan menghabiskan dana universitas dan dana negara yang jumlahnya cukup besar. Secara umum, definisi yang diberikan dalam kamus tersebut seharusnya dapat mudah dipahami oleh pelajar karena semua entri dalam kamus tersebut hanya didefinisikan oleh sekelompok kosa kata inti. Bagaimana kosa-kata inti tersebut disusun? Tentu hanya ahli bahasa yang dapat menjelaskannya, sedangkan para sarjana dan pelajar dapat langsung saja menikmati dan menggunakan berbagai kamus Oxford yang ada dipasaran.

V. Penutup
Penelitian bahasa sudah dimulai sejak abad ke 6 SM, bahkan perpustakaan besar yang menjadi pusat penelitian bahasa dan kesusastraan sudah dibangun sejak awal abad 3 SM di kota Alexandria. Kamus bahasa Inggris, Dictionary of the English Language, yang terdiri atas dua volume, pertama kali diterbitkan pada tahun 1755; dan pada tahun 1884 telah diterbitkan Oxford English Dictionary yang terdiri atas 12 volume. Antara 1820-1870 para ahli linguistik berhasil membangun hubungan sistematis di antara bahasa-bahasa Roman berdasarkan struktur fonologis dan morfologisnya.
Salah satu buku awal yang menjelaskan mengenai ilmu bahasa adalah buku An Introduction to Linguistic Science yang ditulis oleh Bloomfield pada tahun 1914. Jurnal ilmiah internasional ilmu bahasa, yang berjudul International Journal of American Linguistics, pertama kali diterbitkan pada tahun 1917.
Ilmu bahasa terus berkembang dan semakin memainkan peran penting dalam dunia ilmu pengetahuan. Hal ini dibuktikan dengan semakin majunya program pascasarjana bidang linguistik di berbagai universitas terkemuka (UCLA, MIT, Oxford, dll). Buku-buku karya ahli bahasa pun semakin mendapat perhatian. Salah satu buktinya adalah buku The Comprehensive Grammar of the English Langauge, yang terdiri atas 1778 halaman, yang acara peluncurannya di buka oleh Margareth Thatcher, pada tahun 1985. Respon yang luar biasa terhadap buku tersebut membuatnya dicetak sebanyak tiga kali dalam tahun yang sama. Buku tata bahasa yang terbaru, The Cambridge Grammar of the English Language, tahun 2002, yang terdiri atas 1842 halaman, ditulis oleh para ahli bahasa yang tergabung dalam tim peneliti internasional dari lima negara.


Pustaka Acuan
Robins, R.H. 1990. A Short History of Linguistics. London: Longman.
Fromkin, Victoria & Robert Rodman. 1998. An Introduction to Language (6th Edition). Orlando: Harcourt Brace College Publishers.
Hornby, A.S. 1995. Oxford Advanced Learner’s Dictionary (5th edition). Oxford: Oxford University Press.
Matthews, Peter. 1997. The Concise Oxford Dictionary of Linguistics. Oxford: Oxford University Press.

Saturday, May 29, 2010

RINGKASAN MODUL BMM3104- MENDENGAR DAN BERTUTUR

BMM3104
Ringkasan Modul
KEMAHIRAN MENDENGAR DAN BERTUTUR
BERTUTUR:
A)Kemahiran Bertutur: merupakan proses komunikasi yang kompleks yang mana penutur dapat menghasilkan bunyi bahasa yang bermakna dengan menggunakan unsur-unsur prosodi dan para linguistik dengan sempurna. Ia juga melibatkan proses mental; memahami,menakul,memadan,menyesuai dan memberi gerakbalas tertentu.
B)Aspek Pertuturan: termasuklah:-
• Sebutan
• Tekanan
• Mora
• Jeda
• Intonasi
• Nada
• Tatabahasa
• Kelancaran kefasihan
• Laras bahasa

C)Objektif Kemahiran Bertutur:- murid-murid dapat;
o Menyebut dengan jelas
o Menyampaikan idea
o Melaporkan peristiwa
o Memberi penerangan dan alasan
o Bertemu ramah
o Bertutur secara bertatasusila
o Bertukar-tukar pendapat

D) Aktiviti Kemahiran Bertutur:-
 Menjawab soalan
 Membina soalan
 Memberi arahan
 Bercerita
 Simulasi
 Drama
 Taklimat.





MENDENGAR
A) Kemahiran mendengar; merupakan satu proses minda dengan tujuan untuk memahami, mengingati, menilai dan mengkritik.
B) Peringkat Proses Mendengar:-
Mendengar deretan bunyi bahasa
Memahami bunyi
Menilai bunyi
Bertindak balas
C) Objektif Kem. Mendengar-:
 Memperoleh idea
 Mencari isi
 Melakukan arahan
 Mengecam isi
 Mentafsir makna
D) Bentuk Kemahiran Mendengar
• Secara pasif
• Secara aktif
• Secara bertelau-telau
• Secara menebuk-nebuk
• Secara beremosi
• Secara berhati-hati
E) Prinsip-prinsip Mendengar
 Melalui latihan
 Melalui pengalaman
 Dapat menyatukan idea dengan cara berkesan
 Dipengaruhi oleh aspek fizikal,neorologi dan psikologi
 Mendengar untuk apresiasi


KEMAHIRAN LISAN-BAB 2
Peringkat Penguasaan Kemahiran Lisan
A) Peringkat Penerimaan-dengar, faham tanpa tindak balas
B) Peringkat Tindakbalas=dengar, faham
dan bertidakbalas
PERINGKAT KEMAHIRAN BERTUTUR
i) Peringkat Awal-pengucapan bertatasusila,mengajuk,menyoal,membuat teguran,memberi arahan
ii) Peringkat Pertengahan-membuat deskripsi,cerita,bersoaljawab,memembaca iklan,komen mudah.
iii) Peringkat Maju-bercerita,perbincangan,ceramah,mendeklamasi puisi, drama dan perbahasan
UNSUR2 DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEMAHIRAN LISAN
1. Kecerdasan
2. Kesihatan
3. Fizikal
4. Persekitaran
5. Jantina –pertumbuhan berbeza
6. Dwi bahasa-kanak-kanak dwi bahasa sering terganggu
PRINSIP PENGAJARAN KEMAHIRAN MENDENGAR
1. Perlu diajar bersama-sama dengan kemahiran bertutur,membaca dan menulis
2. Perlu dirancang menjurus kepada satu aktiviti
3. Disampaikan dalam pelbagai aktiviti
4. Diajar berperingkat-peringkat-mudah ke sukar, konkrit ke abstrak
5. Diajar secara tak langsung
6. Murid perlu diberi peluang
7. Motivasi
Soalan spot:
Huraikan faktor-faktor yang mempengaruhi tahap penguasaan kemahiran bertutur dalam kalangan murid-murid.

BMM3104 –KEM. MENDENGAR DAN BERTUTUR (Bab 3
A) Pendekatan Pengajaran Kemahiran Bertutur
1. Pendekatan Situasi |-
 Berlandaskan teori behaviouris dan struktural
 Murid perlu menguasai kemahiran asas ; membuat tanggapan, membunyikan perkataan dan aspek struktur bahasa
1.1 Prinsip Pendekatan Situasi
• Guru perlu memberi peneguhan
• Perlu memandu menggunakan alat-alat pertuturan dengan betul
• Dilatih bertutur dengan menggunakan unsur-unsur bahasa yang digunakan oleh masyarakat
• Kem. Bertutur mesti diajar di peringkat awal pengajaran
• Perlu ada latih tubi

2. Pendekatan Komunikatif
 Murid boleh menggunakan unsur-unsur bahasa yang terkandung dalam kemahiran bertutur tersebut serta kecekapan komunikasi dalam sesuatu interaksi bahasa.

2.1 Prinsip Pendekatan Komunikatif
• Murid menguasai kecekapan berbahasa dan tahu menggunakannya dalam konteks penggunaan bahasa sebenar
• Guru perlu mendorong murid berinteraksi dengan rakan-rakan mereka
• Murid dan guru perlu ada hubungan positif
• Apa yang dibincangkan mesti di bawah pengetahuan dan pengalaman murid
• Perlu menggunakan situasi formal dan tidak formal

B) Kaedah Pengajaran Kem. Bertutur
1. Keedah Terus – murid belajar bertutur dengan cara mendengar, meniru dan mengulangi perlakuan yang dilihat dan didengarnya. Akhirnya mereka dapat membentuk kelaziman dalam berbahasa.
 Ciri-ciri Kaedah Terus;
 Murid digalakkan memahami perkataan dan frasa
 Jika murid tidak faham, guru perlu menggunakan ABM
 Aspek tatabahasa- diajar melalui tunjuk cara
 Murid perlu membuat kesimpulan

 Langkah Pengajaran Mengguna Kaedah Terus
i) Memperdengarkan perbualan
ii) Murid dilatih berbual
iii) Diadakan latih tubi agar murid dapat menguasai sebutan dan intonasi

2. Kaedah Fonetik atau Kaedah Linguistik
 Kaedah fonetik ini serupa dengan kaedah terus kerana mementingkan penggunaan bahasa dalam konteksnya.
3. Kaedah Audio-Lingua :
 Menggunakan pelbagai alat rakaman
 Kanak-kanak perlu meniru dan menghafaz
4. Kaedah Komunikatif
 Kanak-kanak menguasai bahasa melalui proses kognitif
 Mementingkan penguasaan kecekapan bahasa

Teknik Pengajaran Kem. Bertutur:
> latih tubi
> soal jawab
> bercerita
> main peranan
> simulasi


BMM3104 – KEMAHIRAN MEMBACA (BAB 6)

A) JENIS BACAAN:
 Bacaan Mekanis- mementingkan bunyi, intonasi, nada dan tekanan yang betul.
 Bacaan Mentalis – untuk memahami apa yang dibaca.
 Bacaan Intensif- lebih mendalam;mementingkan kefahaman bagi tujuan meneliti dan mentafsir
 Bacaan Ekstensif – makin meluas;di laksanakan di luar bilik darjah


B) PERINGKAT PENGAJARAN BACAAN

• Peringkat Kesediaan Membaca-bacaan awal dan asas kanak-kanak. Dipengaruhi oleh faktor fizikal, emosi, pengalaman, persekitaran, kecerdasan dan perkembangan kognitif.
• Prabacaan-kesediaan membaca;ketajaman pengamatan mata dan telinga, koordinasi psikomotor dan mental.
• Bacaan – kemahiran mengenal abjad hingga dapat membaca ayat.
• Bacaan Mekanis-dapat membaca dengan sebutan dan intonasi yang betul.
• Bacaan dan Kefahaman – membaca untuk memahami apa yang dibaca dan dapat membuat tafsiran yang betul dan tepat.

C) TEKNIK BACAAN

• Bacaan Intensif-bacaan mentelaah isi dan juga bahasa
 Konsep Bacaan Intensif;
i) meluaskan lagi perkembangan murid
ii) menjelaskan lagi struktur yang sukar dan perkembangan perbendaharaan kata
iii) mengkaji ciri-ciri tatabahasa
iv) mengawal penggunaan bahasa dalam pertuturan dan tulisan


 Tujuan Bacaan Intensif-Membolehkan kanak-kanak;
i) Membaca dengan baik
ii) Dapat mentafsir
iii) Kepantasan membaca
iv) Menilai dan mengulas isi
v) Mengesan, menilai, memahami dan menikmati unsur-unsur estetika
vi) Mengenal pasti laras bahasa
vii) Membuat rumusan

ยช Bacaan Ekstensif- bacaan yang lebih meluas. Tujuannya memahami lebih banyak isi. Cara bacaannya:
o Cara tinjauan-meninjau tentang bab, sinopsis, Isi kandungan dsb.
o Cara sekilas- utk mendapat maklumat secara umum/hal-hal tertentu sahaja/mdpt bahan perpustakaan
o Cara dangkal-utk mendapat kefahaman secara luaran.
 Konsep Bacaan Ekstensif;
o Di luar kelas
o Pelajar seronok
o Tanpa bimbingan guru
o Bahan bacaan meluas
 Tujuan;
o Melatih murid berdikari
o Dapat membaca dengan fasih
o Dapat pengetahuan meluas dan
o Berhibur
o Menambah minat
o Kaya perbendaharaan

 Bacaan Skimming-membaca cepat bagi tujuan mengutip maklumat secara sepintas lalu.


 Bacaan Scanning-bacaan secara cepat bagi tujuan untuk mencari jawapan kepada sesuatu soalan. Pembaca tidak perlu menghabiskan apa yang dibaca. Cuma mencari maklumat yang dikehendaki sahaja







Tuesday, May 25, 2010

MODUL BMM3104

Sinopsis
Tajuk ini akan membolehkan anda mengetahui perkara-perkara asas Kemahiran Mendengar
dan Bertutur:
· konsep
· objektif
· proses dan bentuk
Aspek kemahiran berbahasa meliputi Kemahiran Lisan: Mendengar dan Bertutur, Membaca
dan Menulis. Walau bagaimanapun kemahiran mendengar dan bertutur merupakan aspek
asas yang paling penting dalam kemahiran berbahasa. Hal ini demikian kerana murid-murid
yang menguasai kemahiran mendengar dan bertutur dengan baik biasanya berpotensi
cenderung menguasai kemahiran membaca dan menulis dengan lebih baik. Kemahiran
mendengar yang baik membolehkan seseorang memperoleh dan memproses maklumat
dengan tepat. Demikian juga seseorang yang mempunyai kemahiran bertutur yang baik
membolehkan seseorang menyampaikan perasaan dan fikirannya dengan berkesan. Ini
bermakna seseorang pendengar dan penutur yang baik lebih berpotensi menguasasi
kemahiran membaca dan menulis dengan baik kerana keupayaan mendengar dan bertutur
dengan baik akan membantunya dalam proses membaca dan menulis.
Hasil Pembelajaran
Pada akhir unit ini, anda seharusnya dapat:
1. menjelaskan konsep kemahiran mendengar dan kemahiran bertutur;
2. mengenal pasti tujuan-tujuan pengajaran dan pembelajaran kemahiran
mendengar dan bertutur;
3. menerangkan beberapa kaedah, teknik dan aktiviti untuk kemahiran mendengar dan
kemahiran bertutur;
4. menyatakan beberapa prinsip pemilihan, penghasilan dan penggunaan bahan
yang sesuai bagi proses pengajaran dan pembelajaran kemahiran mendengar dan
kemahiran bertutur; dan
5. mengemukakan bentuk penilaian aktiviti kemahiran mendengar dan kemahiran
bertutur.
2
Kerangka Konsep
Modul untuk membangunkan strategi pengajaran efektif
Rajah Perilaku - Ucapan Teori Chomsky
(Disesuaikan daripada Pengantar Psikolinguistik Moden, 1987: 51)
KEMAHIRAN LISAN: KEMAHIRAN BERTUTUR DAN MENDENGAR
Menetapkan
Matlamat
Menulis
Objektif
Membentuk
ujian
Membentuk
aktiviti
pengajaran
Memilih Media
Pengajaran
Melaksanakan
Pengajaran
Meneliti
Semula Teks
Menganalisis
Ciri-Ciri
Pelajar
Menyemak Pengajaran
3
Definisi Konsep
Kemahiran lisan secara umum dirujuk kepada keupayaan seseorang atau beberapa orang
bertutur, berkomunikasi / berinteraksi menyampaikan idea, pandangan, mahupun pendapat
dalam percakapan dan perbualan. Dalam apa-apapun keadaan, di mana atau bagaimana
proses ini berlaku, orang yang terlibat akan saling menghantar dan menerima, yakni
memberi gerak balas @ respon tertentu. Ini bermakna dalam proses lisan itu, komponan
kemahiran mendengar dan bertutur yang tidak kurang pentingnya. Dalam konteks ini,
kemahiran mendengar ialah proses yang melibatkan aktiviti pemerolehan mesej atau
maklumat; manakala kemahiran bertutur pula melibatkan proses menjana dan menghasilkan
penghasilan maklumat.
Kebolehan untuk mendengar dan bertutur dengan baik dan berkesan sangat penting dalam
kehidupan seharian. Ini bermakna, seorang pendengar yang baik dapat memahami dan
memperoses maklumat yang didengarinya dalam sesuatu interaksi. Begitu juga, seorang
penutur yang baik dapat menyampaikan perasaan dan pemikirannya dengan tepat dan
berkesan dalam interaksi tersebut.
Kemahiran Mendengar dan Bertutur Dalam Sukatan Pelajaran
Dalam Sukatan Pelajaran Bahasa Melayu Sekolah Rendah KBSR (1983:3) menegaskan
pengajaran dan pembe lajaran kemahiran lisan bahasa Melayu bertujuan:
(a) mendengar dan memahami pertuturan dan siaran yang terdapat dalam kehidupan
sehari-hari sama ada di dalam atau di luar rumah;
(b) bertutur dan mengeluarkan buah fikiran dengan menggunakan bahasa yang sesuai
dalam perbagai keadaan perhubungan seperti perbualan dengan rakan-rakan, guru,
ibu bapa dan sebagai nya, serta dalam majlis bahas, syarahan dan lain-lain.
Bagi tujuan mencapai objektif yang dinyatakan, Sukatan Pelajaran Bahasa Melayu
Sekolah Rendah KBSR (1983:3) turut mencadangkan beberapa cadangan subkemahiran
kecil kemahiran lisan (mendengar dan bertutur) yang perlu dikuasai oleh murid, antara lain
menguasai kemahiran:
(a) mendengar dan menyebut bunyi. Antara lain, meliputi aspek perlakuan bahasa
melibatkan kemahiran mengenal, membeza dan mengajuk bunyi yang
diperdengarkan; mengecam dan menunjukkan sumber arah datangnya bunyi
berkenaan.
4
(b) memberi dan menerima arahan dan permintaan. Perlakuan bahasa, antara lain
mencadangkan kemahiran menyampaikan arahan dan pesanan tertentu secara
berurutan supaya mudah difahami, menghasilkan permintaan yang mudah – untuk
diri sendiri dan orang lain;
(c) menyampaikan ucapan bertatasusila – meliputi kemahiran melafazkan ucapan
bertatasusila, secara beradab dengan menggunakan kata sapaan;
(d) bersoal jawab – kemahiran membina dan mengemukakan soalan bagi tujuan
memperoleh maklumat tertentu;
(e) bercerita – kebolehan menyampaikan cerita dengan menggunakan daya kreativiti –
ayat, gaya, sama ada menggunakan berbantukan gambar atau tidak;
(f) menyampaikan berita dan laporan – kebolehan menyampai dan melaporkan sama
ada yang dilihat, didengar atau dialaminya sendiri dengan ringkas dan padat;
(g) menyampaikan ucapan dan syarahan – kebolehan menyampaikan ucapan dan
syarahan secara bertatasusila dengan penuh yakin menggunakan gaya tersendiri,
nada dan intonasi, dan suara secara berkesan;
(h) berlakon dan melafazkan puisi – memperlihatkan murid mempersembahkan
keupayaan berlakon, melafazkan dialog dan puisi (pantun, syair, sajak mengikut
nada, intonasi, sebutan, rima dan nada yang sesuai) secara lisan sama ada secara
hafalan atau bebas dengan penuh perasaan; dan
(i) berbincang dan berbahas – menegaskan kebolehan menyampaikan idea dengan
menggunakan kemahiran berbahasa secara tepat dan berkesan, menggunakan
nada, intonasi, sebutan, rima dan nada yang sesuai.
Kemahiran Bertutur
Kemahiran bertutur merupakan proses komunikasi yang amat kompleks. Semasa bertutur,
seseorang itu akan menghasilkan bunyi bahasa dengan menggunakan unsur-unsur prosodi
(intonasi, tekanan sebutan dan jeda) dan para linguistik (bagi bahasa isyarat dan
pergerakan badan). Walau bagaimanapun, selain menggerakkan alat pertuturan untuk
mengeluarkan bunyi bahasa yang bermakna, proses bertutur juga melibatkan proses
mental: memahami, menaakul, memadan, menyesuaikan dan memberi gerak balas tertentu
mengikut situasi sesuatu komunikasi. Penutur yang baik akan mengkoordinasi keupayaan
mendengar dan memperoleh maklumat bagi tujuan menghasilkan bunyi-bunyi bahasa
dengan menggunakan unsur-unsur prosidi dan melaksanakan proses mental – mendengar
dan membaca secara berkesan.
5
Konsep Pertuturan
(a) Pertuturan merupakan gabungan daripada bunyi-bunyi bahasa yang dilafazkan.
Misalkan bunyi-bunyi, /b/, /a/, /t/, /u/ digabungkan menghasilkan bunyi [batu];
(b) Pertuturan berlaku di peringkat produksi, yakni setelah penutur dapat mendengar
dan memahami dengan baik apa-apa yang didengarinya;
(c) Individu banyak belajar kemahiran bertutur daripada pengalaman kecerdasan
otaknya;
(d) Aspek fizikal, kesihatan, kecerdasan otak, persekitaran, jantina dan tahap
sosioekonomi boleh mempengaruhi tahap pertuturan kanak-kanak; dan
(e) Kemahiran bertutur yang baik boleh dikuasai dengan memberi perhatian kepada
aspek fonologi, struktur, intonasi dan penguasan aspek bunyi yang lain.
Aspek-Aspek Pertuturan
(a) Sebutan: Dalam aspek sebutan murid-murid diajar mengenal dan membunyikan
setiap huruf, suku kata, perkataan, frasa kata dan ayat. Dalam hal ini, murid-murid
diajar menyebut dan membunyikan suku kata dan perkataan dengan jelas dan tepat
mengikut kaedah bunyi, sebutan dan maknanya. Aspek ini penting, terutamanya
melibatkan perkataan yang mempunyai ejaan yang sama tetapi kaedah sebutan dan
makna yang berlainan seperti semak, boleh dibunyikan sebagai /semak/ dan
/sวmak/ dan seumpamanya;
(b) Tekanan: Tekanan merujuk kepada cara dan bagaimana penutur menyebut dan
memberi tekanan kepada sama ada suku kata, perkataan atau rangkai kata tertentu
bagi tujuan menegaskan sama ada keras atau lembutnya sesuatu pengucapan;
(c) Mora (panjang-pendek): Mora atau panjang-pendek merupakan kadar (dalam
bahasa Arab disebut ‘harakat’), tidak begitu membezakan makna dalam bahasa
Melayu;
(d) Jeda (persendian): Unsur ini merujuk kepada aspek persendian – memisahkan
elemen-elemen linguistik dalam perkataan, rangkai kata atau ayat. Dalam ayat, jeda
digunakan sebagai hentian sementara yang boleh membezakan makna jika unsur ini
digunakan. Misalnya ungkapan, ‘jangan tembak,’ jika tidak menggunakan jeda
bermaksud larangan melepaskan tembakkan, sebaliknya jika jeda digunakan,
‘jangan/tembak,’ bermaksud menangguhkan seketika dan kemudiannya melepaskan
tembakkan!
6
(e) Intonasi: Intonasi merujuk kepada kedaan sama ada dilafazkan secara menurun atau
menaik sesuatu. Intonasi dalam ayat sama ada menaik, menurun atau mendatar
berbeza-beza mengikut jenis ayat. Misalnya, ayat tanya biasanya mempunyai
intonasi menaik, manakala ayat penyata mempunyai intonasi menurun di hujung
ayat.
(f) Nada: Nada merujuk kepada keadaan bunyi sama ada menaik atau menurun ketika
sesuatu perkataan itu disebut. Dalam muzik misalnya terdapat lapan nada: Do, Re,
Mi, Fa, So, La, Ti dan Do – setiap nada mewakili satu suku kata. Pun demikian
dalam bahasa Melayu, nada tidak bersifat fonemik berbanding dengan bahasa Cina,
kewujudannya lebih jelas.
(g) Tatabahasa: Aspek tatabahasa merujuk kepada aturan, formula, kaedah dan
tatacara menentukan hukum dalam berbahasa – meliputi bidang fonologi, sintaksis
dan semantik. Aspek tatabahasa dalam pertuturan kerap kali tidak diberatkan
berbanding dalam aktiviti penulisan. Walau bagaimanapun untuk memperoleh
kebiasaan yang baik dan kesan yang mendalam dalam pengucapan, aspek
tatabahasa perlu diguna pakai sebaik-baiknya;
(h) Kelancaran: Aspek kelancaran menegaskan perihal dan keupayaan murid bertutur
dengan baik, teratur dan kemas tanpa gangguan/tersekat. Ini banyak dipengaruhi
dan ditentukan oleh tahap penguasaan dan kecekapan berbahasa dalam kalangan
murid-murid.
(i) Kefasihan: Aspek kefasihan menentukan bukan sahaja murid boleh bertutur dengan
baik, lancar dan berkesan, sebaliknya boleh membunyikan kata atau menyebut
perkataan dalam ayat dengan jelas, betul dan betul;
(j) Laras bahasa: Aspek laras bahasa dalam konteks ini menegaskan kemahiran muridmurid
menggunakan bahasa dalam konteks yang situasi, keadaan dan disiplin ilmu
berlainan. Ini penting bagi tujuan mempastikan murid-murid boleh berkomunikasi
secara berkesan.
Objektif Kemahiran Bertutur
Kemahiran bertutur, antara lain membolehkan seseorang murid:
(a) menyebut dengan jelas;
(b) menyampai atau melahirkan pendapat peribadi;
(c) melaporkan peristiwa dan memberi sesuatu huraian dengan tepat ;
7
(d) memberi penerangan dan al asan;
(e) menunjuk arah;
(f) membina soalan untuk mencari maklumat;
(g) bertemu ramah;
(h) bertukar-tukar pendapat dan maklumat;
(i) bertutur secara bertatasusila; dan
(j) bertutur menggunakan bahasa yang tepat dan sesuai dengan pendengar dan situasi.
Proses dan Bentukya:
Aktiviti dalam Kemahiran Bertutur:
(a) Mengaitkan aksi dengan pertuturan;
(b) Menjawab soalan-soalan rakan dan guru;
(c) Membina soalan berdasarkan bahan;
(d) Memberi arahan kepada rakan;
(e) Menerangkan gambar dan bahan grafik;
(f) Berbual melalui telefon;
(g) Bercerita berdasarkan cerita yang diketahui atau pengalaman sendiri;
(h) Membuat laporan lisan berdasarkan tajuk yang telah disediakan dan menjawab
soalan yang diajukan;
(i) Permainan komunikatif;
(j) Mengadakan perbahasan;
(k) Perbincangan forum;
(l) Memberi taklimat dan ceramah;
(m) Main peranan;
(n) Simulasi;
(o) Teater bercerita; dan
(p) Drama
Kemahiran Mendengar
Mengapa kemahiran mendengar? Mengapa kemahiran mendengar penting? Apa
masalahnya, sekiranya seseorang itu menghadapi masalah pendengaran yang serius?
Hakikatnya kemahiran mendengar merupakan kemahiran utama dan pertama yang perlu
dikuasai oleh kanak-kanak sebelum ia boleh mengujarkan perkataan atau bunyi awal
tertentu dalam proses belajar berkomunikasi atau bercakap. Tentu sekali sebelum kanakkanak
ini boleh berkomunikasi atau bercakap, ia telah terlebih dahulu terdedah kepada
berbagai-bagai bunyi bahasa dan bukan bahasa. Sebenarnya, kanak-kanak sentiasa
berkomunikasi dengan alam sekelilingnya, mengusai bahasa – memperoleh, mempelajari,
8
mengajuk dan meniru daripada apa yang didengar dan dialaminya daripada orang-orang
yang berada di sekelilingnya. Mereka meniru, mengajuk, mencuba dan mengungkapkan
perkataan tertentu secara berulang kali sebelum sesuatu perkataan itu tekal dalam ingatan
dan dapat digunakan dalam konteks maknanya yang sebenar. Justeru, alam persekitaran
merupakan model penting pembelajaran bahasa dalam kalangan kanak-kanak ini. Ini
bermakna, kanak-kanak yang hidup dalam kerangka model alam persekitaran yang baik,
cenderung untuk menguasai kemahiran berbahasa: bertutur dan mendengar yang baik
mengikut standard tertentu.
Mengapa kemahiran mendengar perlu?
Kemahiran mendengar merupakan kemahiran menerima menaakul dan memproses
maklumat dalam komunikasi secara lisan. Di sekolah, murid-murid perlu mendengar untuk
menerima dan memahami idea yang disampaikan dalam perbualan, perbincangan, dialog,
mesyuarat dan penjelasan dalam proses pengajaran guru. Manakala dalam kehidupan
harian pula, aktiviti mendengar sentiasa wujud dalam interaksi sosial (perbualan,
perbincangan dan mesyuarat); untuk mendapat hiburan (radio, televisyen, filem),
memperoleh maklumat (pengajaran guru, berita di radio dan televisyen) serta pernyataan
perasaan dan apresiasi seni (drama, lakonan, dialog dan kesusasteraan).
Proses Mendengar
Umumnya, komunikasi lisan melibatkan dua proses, iaitu penghasilan dan penerimaan
mesej. Proses pertama terlaksana melalui pertuturan sementara proses yang kedua berlaku
melalui pendengaran. Terdapat pernyataan bahawa dalam pengajaran bahasa, aspek
pendengaran amat kurang diberi perhatian oleh guru. Proses mendengar biasanya berlaku
secara berperingkat. Empat peringkat proses mendengar:
(a) mendengar deretan bunyi-bunyi bahasa;
(b) memahami bunyi-bunyi bahasa tersebut;
(c) menilai bunyi-bunyi yang diperdengarkan; dan
(d) bertindak balas terhadap bunyi-bunyi tersebut.
9
Dalam erti kata lain ketika mendengar, seseorang itu akan membuat tanggapan terhadap
gabungan bunyi-bunyi bahasa yang didengarinya itu. Kemudian pendengar itu akan
menghubungkan bunyi-bunyi bahasa itu dengan makna berasaskan pengetahuan dan
pengalamannya. Proses menanggap bunyi dan mentafsir makna sesuatu sebutan berlaku
secara serentak berdasarkan pengalaman dan pengetahuan pendengar berkenaan.
Akhirnya, bunyi bermakna sebagaimana yang ditanggapi oleh pendengar itu tadi akan
digunakan sebagai asas bagi membuat tindakan, huraian atau menyatakan pengalamannya
kepada orang yang menghasilkan bunyi bahasa tersebut.
Penjelasan ini menegaskan bahawa dalam proses mendengar, seseorang pendengar yang
baik menggunakan alat pendengaran dan keupayaan akalnya secara bijaksana. Justeru,
anggapan bahawa mendengar merupakan kemahiran bahasa yang pasif tidak boleh
diterima. Ini kerana mendengar merupakan proses yang kompleks melibatkan proses
mendengar, memahami, menghurai dan menilai apa yang didengarinya itu sebelum sesuatu
gerak balas yang sewajarnya dapat dilakukan.
Objektif mengajar kemahiran mendengar
Melalui kemahiran mendengar, seseorang itu boleh:
(a) memperoleh idea;
(b) mencari isi-isi penting;
(c) melakukan arahan/ tindak balas;
(d) mengenal pasti perkara yang berhubungan dan tidak berhubungan;
(e) mengenal pasti isi-isi yang tersirat;
(f) mentafsir makna-makna yang te rsirat,
(g) mengenal pasti ‘mood’ penutur, suasana, dan keadaan/ konteks, dan
(h) mengesan ‘pengaruh’ penutur sama ada menggunakan logik atau propaganda,
iaitu seperti memberi yang baik sahaja, menggunakan nama orang-orang
terkemuka atau mengulang sebut apa yang diperkatakan.
Konsep-konsep asas dalam kemahiran Mendengar:
Justeru sebenarnya, kemahiran mendengar merupakan kemahiran yang paling asas dalam
kemahiran lisan dan ini berlaku pada peringkat penerimaan. Seseorang kanak-kanak @
murid yang telah menguasai kemahiran mendengar, dia seharusnya dapat mendengar
dengan baik apa sahaja yang dituturkan oleh orang lain kepadanya dan boleh pula
memahami @ maksud; boleh mentafsir apa sahaja yang didengarnya itu dengan tepat.
10
Sehubungan dengannya, untuk memungkinkan seseorang murid itu fasih berkomunikasi
dalam bahasa yang dipelajarinya, kemahiran mendengar ini tidak sahaja perlu diajar,
bahkan perlu dikuasai sebaik-baiknya di peringkat awal pengajaran bahasa sebelum
kemahiran-kemahiran lain diajar kepada mereka. Dalam usaha merealisasikan hasrat ini,
aspek-aspek pendengaran itu boleh dikonsepsikan dengan pelbagai cara, antara lain:
(a) gabungan bunyi-bunyi bahasa yang didengar, difahami dan diingat;
(b) proses yang berlaku dipengaruhi aspek fizikal, psikologi, dan neurologi;
(c) berlaku melalui latihan-latihan khas secara berperingkat-peringkat; dan
(d) berpusatkan idea utama, hujah, bukti dan estetika.
Apakah bentuk kemahiran mendengar itu?
Dengan itu, kemahiran mendengar boleh berlaku dalam pelbagai bentuk, antara lain proses
mendengar:
(a) secara pasif;
(b) secara bertelau-telau;
(c) tanpa tindak balas;
(d) secara menebuk-nebuk;
(e) dengan beremosi;
(f) secara berhati-hati dengan pengamatan; dan
(g) secara kritikal.
Prinsip penting dalam proses mengajar kemahiran mendengar
(a) mendengar merupakan gabungan daripada segala yang pernah dilihat, didengar dan
dingati;
(b) proses mendengar berlaku melalui latihan secara khusus yang dilaksanakan secara
berperingkat-peringkat;
(c) individu lebih banyak belajar mendengar melalui pengalamannya berbanding
daripada kecerdasan otaknya;
(d) aspek fizikal, psikologi dan neorologi mempengaruhi proses pendengaran
seseorang;
(e) pendengaran yang cekap menyatukan idea secara logik dan berkesan;
(f) mendengar berlaku melalui proses akal bukan perasaan;
(g) mendengar untuk mengkritik perlu berasaskan idea utama, hujah dan bukti tertentu;
(h) mendengar untuk hiburan memerlukan tindak balas terhadap muzik, aspek
kesusasteraan dan aspek seni serta estatika; dan
(i) mendengar untuk apresiasi memerlukan perlakuan bahasa menganalisis secara
kritis terhadap bentuk dan isi.
11
Kesimpulannya: Pengajaran dan pembelajaran kemahiran mendengar membolehkan
murid-murid, pertamanya: menguasai kemahiran mendengar dengan teliti terhadap bunyibunyi
bahasa; dan keduanya, memahami mesej yang dibawa oleh bunyi-bunyi bahasa
tersebut, supaya mereka boleh bertindak dengan betul dan tepat, bersesuaian dengan
mesej yang diterima itu.
Latihan
1. Kenapakah dikatakan bahawa mendengar sebagai asas pembelajaran bahasa
lisan?
2. Huraikan maksud kemahiran mendengar dalam situasi formal dan tidak formal
12
Tajuk 2
Kemahiran Mendengar dan Bertutur
· Peringkat Penguasaan
· Unsur dan Faktor Keberkesanan
· Prinsip Pengajaran
Sinopsis
Tajuk ini akan membolehkan anda mengetahui perkara-perkara asas Kemahiran Mendengar
dan Bertutur:
· Peringkat Penguasaan
· Unsur dan Faktor Keberkesanan
· Prinsip Pengajaran
Aspek kemahiran berbahasa meliputi Kemahiran Lisan: mendengar dan bertutur, Membaca
dan Menulis. Telah ditegaskan, antara kemahiran berkenaan, aspek kemahiran lisan perlu
diajar terlebih dahulu. Hal ini demikian kerana murid-murid terlebih dahulu perlu menguasai
kemahiran berbahasa aspek mendengar dan bertutur terlebih dahulu sebelum kemahiran
berbahasa membaca dan menulis. Sebagaimana kebiasaan, seseorang guru perlu
menyedari hakikat mengenai prinsip pengajaran dan keperluan mengajar kemahiran
berbahasa: mendengar dan bertutur perlu diajar secara berperingkat, selain menyedari
terdapat unsur-unsur @ faktor-faktor yang mempengaruhi keberkesanan pengajaran dan
pembelajaran dalam bilik darjah.
Hasil Pembelajaran
1. Menghuraikan tentang kemahiran bahasa; pendekatan, kaedah, dan teknik
pengajaran kemahiran-kemahiran bahasa.
13
Kerangka Konsep
Modul untuk membangunkan strategi pengajaran efektif
Peringkat-Peringkat Penguasaan Kemahiran Lisan - Mendengar dan bertutur
(a) Peringkat Penerimaan (mendengar dan memaham)
Sebelum murid diberi peluang berlatih bertutur, mereka perlu diberi kefahaman
mendengar. Pada peringkat ini latihan diberi kepada murid-murid, tidak memerlukan
mereka bertindak balas dalam bentuk pertuturan. Bahan-bahan yang diperdengarkan
hendaklah mencerminkan penggunaan bahasa yang baik dan boleh dijadikan model
dalam kalangan murid-murid berkenaan.
(b) Penghasilan Semula (bertindak balas)
Pada peringkat ini, latihan yang diberi memerlukan murid bertindak balas secara
pertuturan. Semasa bertutur banyak aspek yang terlibat, seperti intonasi frasa dan
ayat, aspek sebutan, kelancaran, kefasihan, tatabahasa, gaya dan isi penyampaian.
Peringkat –Peringkat Kemahiran Bertutur
Untuk mencapai objektif pengajaran bertutur, iaitu bertutur dengan fasih dan dapat
mengeluarkan buah fikiran dengan menggunakan bahasa yang tepat dan sesuai mengikut
situasi perhubungan di sekolah dan dalam kalangan masyarakat. Hal ini menegaskan
betapa perlunya kemahiran bertutur itu perlu dikuasai secara berperingkat-peringkat, yakni
peringkat awalnya melibatkan pertuturan di antara murid dengan murid dalam bilik darjah
sehinggalah murid boleh bertutur dengan ahli masyarakat di luar bilik darjah. Dengan
demikian, pengelompokan pengajaran kemahiran bertutur dapat diklasifikasi mengikut
peringkat: peringkat awal, pertengahan dan maju.
Menetapkan
Matlamat
Menulis
Objektif
Membentuk
ujian
Membentuk
aktiviti
pengajaran
Memilih Media
Pengajaran
Melaksanakan
Pengajaran
Meneliti
Semula Teks
Menganalisis
Ciri-Ciri
Pelajar
Menyemak Pengajaran
14
Peringkat awal
(a) Melafazkan pengucapan bert atasusila;
(b) Mengajuk perkataan dan ayat yang didengar;
(c) Menyoal untuk mendapatkan maklumat;
(d) Membuat teguran atau kenyataan mengenai sesuatu situasi;
(e) Menyoal soalan-soalan mudah berdasarkan situasi-situasi tertentu;
(f) Bertindak terhadap soalan-soalan mudah;
(g) Memberi arahan;
(h) Membuat ayat tentang diri, rakan, ibu dan bapa; dan
(i) Membuat ayat-ayat daripada gambar.
Peringkat pertengahan
(a) Membuat deskripsi tentang objek atau gambar;
(b) Bercerita berdasarkan satu siri gambar atau gambar-gambar bersiri;
(c) Mendeskripsi pengalaman atau sesuatu peristiwa;
(d) Memberi satu siri arahan untuk membuat sesuatu;
(e) Menyoal dan menjawab soalan-soalan misalnya, berhubung dengan peribadi
seseorang, masa bersekolah, persekitaran dan di rumah;
(f) Membaca iklan, peraturan-peraturan;
(g) Memberi ucapan pendek dan mudah;
(h) Mengambil bahagian dalam perbualan mudah;
(i) Memberi komen secara mudah; dan
(j) Membuat ulasan, memberi pendapat atau pandangan secara mudah.
Peringkat maju
(a) Mendeskripsi sesuatu peristiwa, kejadian, pengalaman, objek, permainan, proses
dan sebagainya;
(b) Bercerita dengan menggunakan alat pandang atau tanpa menggunakannya;
(c) Mengambil bahagian dalam perbincangan, perbualan atau dialog;
(d) Bertanya untuk mendapatkan maklumat;
(e) Menerangkan proses, kejadian, prosedur dan peraturan;
(f) Memberitahu arah atau hala sesuatu tempat;
(g) Memberi ceramah, syarahan (yang disediakan);
(h) Mengambil bahagian dalam perbahasan, diskusi, forum, perbincangan, seminar dan
lain-lain;
(i) Mengambil bahagian dalam drama dan lakonan;
(j) Mendeklamsi puisi;
15
(k) Menyampaikan komen, laporan atau ulasan; dan
(l) Mengkritik cerpen, pendapat, puisi, novel dan sebagainya.
Anda telah mengetahui bahawa kemahiran bertutur itu dikuasai secara
berperingkat - peringkat. Huraikan faktor-faktor yang boleh mempengaruhi
tahap penguasaan kemahiran bertutur dalam kalangan murid-murid.
Unsur-unsur dan faktor keberkesanan pengajaran kemahiran lisan
Terdapat beberapa faktor yang cukup mempengaruhi keberkesanan pengajaran dan
pembelajaran kemahiran lisan. Antara lain, faktor,
(a) Kecerdasan: Hal ini merujuk kepada tahap kecerdasan otak yang menentukan
keupayaan berfikir dalam proses memperoleh, menyampai dan memproses
maklumat - aspek penting dalam pertumbuhan dan perkembangan bahasa;
(b) Kesihatan: Hal ini merujuk kepada tahap kesihatan yang cukup menentukan tahap
dan keupayaan berbahasa dalam kalangan murid-murid. Murid yang tidak sihat atau
sakit berpanjangan akan mengalami gangguan dalam proses pemerolehan bahasa,
bahkan gagal berfikir dan berkomunikasi secara berkesan;
(c) Fizikal: Hal ini, terutamanya yang berkaitan dengan aspek tubuh badan yang
berhubung langsung dengan proses mendengar seperti telinga dan alat artikulasi:
lidah, gigi, gusi dan seumpamanya akan menjejaskan proses penglahiran bunyibunyi
bahasa, makna dan tahap pemahaman maklumat yang hendak disampaikan.
Kanak-kanak yang pekak atau menghadapi masalah pendengaran, terencat anggota
badan dan seumpamanya akan mengehadkan pergaulan, dan dengan demikian
kerap kali menghadapi masalah kosa kata dalam proses pertuturan;
(d) Persekitaran: Hal ini terutamanya yanag melibatkan dalam kalangan ahli keluarga
ibu, bapa dan ahli keluarga keseluruhannya, jiran tetangga, tahap pendidikan, lokasi
petempatan sama ada di bandar atau di luar bandar, tahap dan status sosioekonomi
akan mempengaruhi tahap penguasaan bahasa kanak-kanak. Umumnya, benak
fikiran kanak-kanak yang hidup dalam kalangan masyarakat petani dan nelayan
mempunyai kosa kata terhad berbanding dengan kanak-kanak yang hidup dan
membesar dalam kalangan masyarakat di bandar-bandar;
(e) Jantina: Faktor yang menentukan tahap pertumbuhan dan perkembangan kanakkanak
berbeza-beza. Kajian menunjukkan kadar pertumbuhan kanak-kanak
perempuan jauh lebih cepat berbanding dengan kadar pertumbuhan dan
16
perkembangan kanak-kanak lelaki. Hal ini demikian kerana urat saraf pertuturan
dalam kalangan kanak-kanak perempuan berkembang jauh lebih cepat berbanding
kanak-kanak lelaki; dan
(f) Dwibahasa: Kajian mendapati kanak-kanak ekabahasa biasanya boleh bertutur jauh
lebih baik berbanding dangan kanak-kanak dwibahasa. Ini kerana, dalam proses
pertuturan, kanak-kanak dwibahasa kerap kali mengalami gangguan daripada
bahasa ibundanya.
Prinsip pengajaran kemahiran mendengar
(a) Kemahiran mendengar perlu diajar bersama-sama kemahiran berbahasa bertutur,
membaca dan menulis;
(b) Kemahiran mendengar, seperti kemahiran berbahasa yang lain juga bersifat dinamik
dan aktif. Justeru, aktiviti proses pengajaran dan pembelajaran yang melibatkan
kemahiran mendengar perlu dirancang berteraskan tugasan yang menjurus kepada
sesuatu aktiviti tertentu;
(c) Setiap aktiviti dan kemahiran yang hendak diajar hendaklah dirancang dan
disampaikan dalam bentuk pelbagai. Dengan demikian murid-murid boleh melibatkan
diri secara proaktif, memberi respon yang pelbagai diberi peluang sebaik-baiknya
memberi tindak balas terhadapnya secara maksimum. Dengan demikian murid-murid
boleh merperlihatkan tahap kemahiran berbahasa masing-masing melalui
aksi/lakonan dan aktiviti yang berkaitan;
(d) Aktiviti pengajaran dan pembelajaran dilaksanakan secara berperingkat-peringkat,
didahulukan daripada yang konkrit kepada yang abstrak, daripada yang dekat
kepada yang lebih jauh, daripada perkara-perkara yang mudah kepada perkaraperkara
yang lebih sukar dan seumpamanya.
(e) Guru tidak perlu terlalu gahirah untuk mengajar kemahiran mendengar sehingga
begitu membebankan atau menyusahkan dirinya semasa melaksanakan proses
berkenaan;
(f) Motivasi guru sangat penting bagi tujuan mengekalkan minat dan kecenderungan
mendengar dalam kalangan kanak-kanak;
(g) Paling penting, kanak-kanak perlu diberi peluang sebanyak mungkin untuk berlatih
kemahiran mendengar sama ada melalui aktiviti yang ditentukan oleh guru atau
melalui daya insiatif murid sendiri.
17
Tajuk 3
Kemahiran Mendengar dan Bertutur
· Kaedah
· Teknik Pengajaran
Sinopsis
Tajuk ini menghuraikan kaedah dan teknik pengajaran kemahiran lisan: kemahiran
mendengar dan bertutur dalam bilik darjah. Sehubungan dengannya secara umum
dihuraikan perkara-perkara asas mengenai pendekatan situasi dan pendekatan komunikatif,
yakni pendekatan yang mempunyai hubungan langsung dengan kemahiran mendengar dan
bertutur itu sendiri. Melaluinya dicadang dan dibincangkan beberapa kaedah dan teknik
pengajaran yang sesuai diaplikasi oleh guru dalam pengajaran pembelajaran kemahiran
mendengar dan bertutur dalam bilik darjah.
Hasil Pembelajaran
Menghuraikan aspek kemahiran bahasa: pendekatan, kaedah dan teknik pengajaran dan
pembelajaran.
Kerangka Konsep
Modul untuk membangunkan strategi pengajaran efektif
Pendekatan, Kaedah, Teknik dan Aktiviti Kemahiran Bertutur
Pemahaman mengenai keperihalan pendekatan, kaedah, teknik dan aktiviti sangat penting
dalam proses pengajaran dan pembelajaran dalam bilik darjah. Bagi tujuan menentukan
Menetapkan
Matlamat
Menulis
Objektif
Membentuk
ujian
Membentuk
aktiviti
pengajaran
Memilih Media
Pengajaran
Melaksanakan
Pengajaran
Meneliti
Semula Teks
Menganalisis
Ciri-Ciri
Pelajar
Menyemak Pengajaran
18
kaedah dan teknik pengajaran kemahiran mendengar dan bertutur dalam bilik darjah, ada
baiknya dijelaskan terlebih dahulu aspek pendekatan mengajar kemahiran lisan (mendengar
dan bertutur) dalam bilik darjah. Demikian juga, perlu ditegaskan bahawa pengajaran
kemahiran lisan (kemahiran mendengar dan bertutur), perlu dilakukan serentak, berurutan
dan menyaling. Walau bagaimanapun, guru boleh memberi perhatian mengenai kemahiran
yang hendak diajar dalam bilik darjah – merancang dan memilih aktiviti yang sesuai
mengenainya. Dengan berbuat demikian guru boleh menentukan fokus utama
pengajarannya sama ada menguasai menguasai kemahiran mendengar atau bertutur.
Paling penting semasa mengajar aktiviti mendengar, guru sebenarnya juga mengajar
kemahiran bertutur. Sehubungan dengannya, tidak terdapat perbezaan yang jelas antara
strategi pengajaran mendengar dan bertutur itu, bahkan aktiviti yang dilaksanakan itu kerap
kali meliputi kedua-dua aspek kemahiran lisan tersebut.
Pendekatan Pengajaran Kemahiran Bertutur
Modul ini akan hanya membincangkan dua jenis pendekatan sahaja, pendekatan situasi
dan pendekatan komunikatif. Ini kerana kedua-dua jenis pendekatan ini amat berkaitan
dengan proses pengajaran dan pembelajaran kemahiran lisan (bertutur dan mendengar)
dalam bilik darjah
(a) Pendekatan Situasi
Pendekatan situasi dalam proses pengajaran dan pembelajaran yang diperkenalkan oleh
Mackey (1965), antara lain menegaskan bahawa pernyataan lisan itu merangkumi semua
unsur kefahaman mendengar dan penggunaan unsur-unsur bunyi bahasa yang betul dalam
pola, nada dan intonasi tertentu. Pernyataan lisan ini juga meliputi aspek pemilihan katakata
dan unsur-unsur infleksi yang disusun dengan betul supaya tergambar juga maknamakna
yang betul mengenainya. Tegasnya, pendekatan situasi yang berlandaskan teori
struktural dan teori pembelajaran behaviouris yang beranggapan bahawa untuk
membolehkan seseorang itu menguasai kemahiran lisan (khasnya bertutur), terlebih dahulu
beberapa kemahiran asas yang lain perlu dikuasai terlebih dahulu. Antara lain, menguasai
kemahiran membuat tanggapan, mengingat, membunyikan perkataan dan juga aspek
struktur bahasa berkenaan. Hal ini demikian kerana melaluinya aspek penggunaan dan
penguasaan bahasa secara lisan dapat diperbaik dari semasa ke semasa. Dengan
demikian, pendekatan situasi mestilah berlandaskan prinsip pengajaran berikut:
(a) Guru perlu memberi peneguhan kepada setiap satu gerak balas murid yang betul
supaya gerak balas itu diulangi lagi;
19
(b) Murid mesti dilatih bertutur dengan menggunakan unsur-unsur bahasa yang
digunakan oleh masyarakat;
(c) Guru perlu memahami proses yang terlibat dalam pertuturan supaya dia dapat
memandu dan melatih murid-murid menggunakan alat-alat pertuturan mereka serta
dapat menyebut bunyi dan struktur bahasa dengan betul;
(d) Pengajaran bertutur perlu dimulakan dari peringkat awal pengajaran bahasa untuk
mendorong minat murid-murid belajar bahasa. Jika pengajaran kemahiran bertutur ini
diajar pada peringkat lanjutan, iaitu setelah murid menguasai bahasa tulisan,
keupayaan murid-murid bertutur dengan menggunakan bahasa yang betul akan
terganggu. Hal ini deemikian kerana murid telahpun membentuk kelaziman sebutan
bahasa yang salah;
(e) Penggunaan pita rakaman dapat membantu guru-guru melatih tubi murid-murid
dalam latihan bertutur;
(f) Kelaziman bertutur dalam sesuatu bahasa berbeza. Apabila murid-murid
mempelajari bahasa kedua, guru tidak boleh membiarkan mereka menghasilkan
sebutan-sebutan bahasa sasaran secara automatik. Sebaliknya, guru perlu
memandu murid-murid secara sedar (melalui aktiviti latih tubi) menggunakan alat-alat
pertuturan mereka bagi menghasilkan sebutan-sebutan bahasa yang baru mereka
pelajari itu;
(g) Bagi penutur-penutur bahasa kedua, kelaziman-kelaziman bahasa pertama mereka
akan mengganggu pembentukan kelaziman bahasa yang baru. Oleh itu, guru perlu
melatih tubi murid-murid tersebut supaya dapat menghasilkan sebutan-sebutan yang
betul.
Walau bagaimanapun Walkins (1975), berpendapat murid sukar memindahkan pengetahuan
kemahiran bertutur yang dipelajari dalam bilik darjah kepada penggunaan dalam kehidupan
seharian. Hal ini demikian kerana guru biasanya begitu menentukan bahasa yang perlu
dihasilkan oleh murid-murid. Tujuannya, guru ingin membantu murid-murid memilih bahasa
untuk digunakan dalam situasi tertentu. Maka, sebenarnya pembelajaran bahasa perlu
berdasarkan kepada pengalaman yang sedia ada dalam kalangan murid-murid dalam
kehidupan harian mereka. Sekiranya semua hasilan bahasa dikawal oleh faktor luaran,
misalnya oleh guru, maka murid tidak mempunyai pengalaman untuk menguasai kecekapan
bahasa mereka secara bersendirian. Ini bermakna murid tidak mampu memindahkan
kemahiran bertutur yang diperoleh melalui situasi pembelajaran bahasa di dalam bilik darjah
untuk digunakan dalam situasi penggunaan bahasa yang sebenarnya dalam kalangan
masyarakat.
20
(b) Pendekatan Komunikatif
Pendekatan komunikatif cuba mengatasi masalah pengajaran bertutur yang terdapat dalam
pendekatan situasi. Melalui pendekatan ini, penguasaan kemahiran bertutur bukan sahaja
meliputi penguasaan kemahiran kecil untuk menanggap, mengingati, menyebut sistem bunyi
dan struktur dalam sesuatu bahasa, tetapi kemahiran ini juga merangkumi kebolehan untuk
menggunakan unsur-unsur tersebut dengan tepat dan sempurna dalam sesuatu interaksi
bahasa. Ini bermakna, pendekatan komunikatif menegaskan bahawa kemahiran bertutur
merangkumi kecekapan menggunakan unsur-unsur bahasa yang terkandung dalam
kemahiran bertutur tersebut serta kecekapan berkomunikasi dalam sesuatu interaksi atau
komunikasi bahasa. Untuk memastikan kemahiran bertutur itu bukan sahaja meliputi
kecekapan bahasa tetapi juga kecekapan berkomunikasi, pendekatan komunikatif
mencadangkan bahawa pengajaran bertutur mestilah berlandaskan prinsip-prinsip berikut:
(a) Kemahiran bertutur melibatkan murid menguasai kecekapan berbahasa dan
menggunakannya dalam konteks penggunaan bahasa yang sebenarnya. Dengan
demikian, kedua-dua kecekapan itu perlu diajarkan dalam pelajaran bertutur;
(b) Guru perlu mendorong murid berinteraksi dengan rakan-rakan mereka. Justeru,
komunikasi sebagai objektif kemahiran bertutur perlu menjadi objektif dalam proses
pengajaran dan pembelajaran guru dalam bilik darjah;
(c) Pembelajaran kemahiran bertutur melibatkan proses kognitif. Sehubungan
dengannya guru perlu mendedahkan murid kepada pelbagai situasi formal dan tidak
formal dalam pengajaran dan pembelajaran kemahiran mendengar dan bertutur.
Dengan demikian, murid dapat menggunakan berbagai-bagai strategi komunikasi
yang sesuai dengan situasi bertutur tersebut. Pendedahan yang begini dapat
melatih murid memikir dan menggunakan berbagai-bagai bentuk bahasa, bentuk
paralinguistik dan bukan linguistik bagi menyampaikan mesej mereka dengan lebih
berkesan;
(d) Guru perlu membentuk hubungan yang positif antara dan dalam kalangan murid
dengan guru. Dengan ini, terbentuklah persekitaran pembelajaran yang boleh
mendorong murid untuk bertutur dengan lebih selesa, yakin dan berkesan; dan
(e) Sesuatu aktiviti bertutur dapat terlaksana dengan lebih berjaya jika murid mempunyai
pengalaman dan pengetahuan tentang perkara yang dibincangkan. Dengan
demikian guru perlu mendedahkan murid kepada pengalaman dan pengetahuan itu
melalui alat bantu mengajar, lawatan, keratan akhbar, bahan bacaan dan bahan
rakaman menjadi semakin perlu.
21
Pendekatan situasi mengutamakan ketepatan penggunaan unsur-unsur bahasa dalam
pertuturan. Dengan itu, aktiviti bertutur merupakan aktiviti latih tubi supaya murid dapat
menyebut bunyi dan struktur bahasa dengan betul. Contohnya, menyebut sesuatu dialog
atau karangan lisan sebagaimana berikut.
Wanita : Pak cik, bil air boleh bayar di kaunter ini ke?
Kakitangan pos : “Pak cik”?
Wanita : (terdiam)
Kakitangan pos : Cik adik...umur saya ni baru 35 tahun, kenapa panggil pak cik?
Wanita : Maafkan saya. Tetapi bapa saudara saya yang bongsu
baru berumur 30 tahun. Dia pak cik saya.
Kakitangan pos : Lain kali panggil saya abang atau encik. Saya berkahwin pun
belum.
Sebenarnya, terdapat persamaan pendekatan situasi dan komunikatif dalam pengajaran
kemahiran bertutur. Kedua-dua pendekatan ini menggambarkan dalam pengajaran
kemahiran bertutur, guru perlu memberi latihan kepada murid-murid menggunakan unsurbunyi
bunyi dan struktur bahasa terlebih dahulu sebelum menyuruh murid melaksanakan
sesuatu aktiviti melibatkan kemahiran bertutur. Tanpa latihan daripada guru, murid-murid
tidak akan dapat menguasai kemahiran bahasa: bertutur dengan menggunakan bahasa
yang tepat dan berkesan.
Kaedah Pengajaran Kemahiran Bertutur
Telah dimaklumkan bahawa kemahiran lisan (mendengar dan bertutur) dapat diajar melalui
dua pendekatan, iaitu pendekatan situasi yang mementingkan penyebutan unsur-unsur
bunyi bahasa atau kecekapan bahasa (tatabahasa); manakala pendekatan komunikatif
mengutamakan kecekapan komunikatif, iaitu ketepatan penggunaan bahasa mengikut
konteks penggunaannya dalam interaksi pertuturan. Berikut merupakan kaedah pengajaran
yang dicadangkan berdasarkan sama ada pendekatan situasi mahupun pendekatan
komunikatif.
Kaedah Terus
Kaedah terus beranggapan bahawa murid-murid dapat mempelajari bahasa dengan cara
mendengar pelbagai perbualan dalam bahasa sasaran dan kemudian melibatkan diri dalam
perbualan tersebut. Hal ini berlaku sebagaimana kanak-kanak belajar bahasa ibunda
22
mereka, iaitu dengan cara mendengar, meniru dan mengulangi perlakuan bahasa yang
mereka dengari sehinggalah mereka dapat membentuk satu kelaziman dalam berbahasa.
Pengajaran bertutur melalui kaedah ini memperlihatkan beberapa ciri yang ketara, antara
lain:
(a) murid digalakkan memahami perkataan dan frasa yang sukar berdasarkan konteks
penggunaan bahasa tersebut;
(b) sekiranya murid gagal juga memahami perkataan dan frasa tersebut, guru akan
menghuraikan makna dengan menggunakan bahasa sasaran, lukisan, lakaran,
lakonan, gerak laku dan lain-lain;
(c) aspek tatabahasa diajar melalui tunjuk cara dan contoh-contoh yang sesuai;
(d) murid dilatih membuat kesimpulan terhadap bentuk-bentuk struktur yang dipelajari
secara induktif, dan
(e) guru bahasa perlu menggunakan pengetahuan linguistik bagi mengajar sebutan dan
intonasi yang betul.
Berdasarkan ciri-ciri di atas itu, langkah-langkah pengajaran guru bolehlah ditetapkan
seperti berikut:
(a) Guru akan memperdengarkan kepada murid satu perbualan mudah yang
mengandungi ayat-ayat yang sempurna.
(b) Murid dilatih untuk berbual dengan menggunakan dialog perbualan yang diberi.
(c) Guru menggunakan teknik latih tubi bagi memastikan murid dapat menguasai
sebutan dan intonasi serta dapat menyerapkan peraturan nahu yang terdapat pada
pola-pola ayat dalam perbulan tersebut.
Kelebihan kaedah terus, murid boleh menguasai kemahiran bertutur dengan bai k . Mereka
juga terlibat secara aktif dalam pertuturan. Kaedah ini dianggap berjaya, jika murid dapat
mempraktik atau mengguna kan kemahiran berbahasa yang diajarkan itu di luar bilik darjah.
Kelemahan kaedah terus terletak pada bahan pengajarannya. Bahan-bahan pengajaran
yang digunakan oleh guru dalam kaedah ini merupakan bahan yang boleh dihafaz ataupun
bahan perbualan yang telah ditetapkan. Bahan-bahan seperti ini mungkin tidak sesuai
digunakan dalam situasi perbualan yang lazim digunakan dalam sesuatu masyarakat.
23
Kaedah Fonetik atau Kaedah Linguistik
Kaedah fonetik ini serupa dengan kaedah terus kerana mementingkan penggunaan bahasa
dalam konteksnya daripada keperluan menghafaz rumus-rumus bahasa ataupun
menghuraikan ayat-ayat secara pencilan. Sehubungan dengannya, guru terlebih dahulu,
perlu memastikan penggunaan latih tubi unsur-unsur bahasa dalam aktiviti bertutur itu
dikuasai sebaik-baiknya oleh murid sebelum mereka dibenarkan membaca bahan dalam
konteks bahasa yang dipelajari itu. Bahan-bahan yang digunakan dalam pengajaran dipilih
dan disusun mengikut prinsip-prinsip yang terdapat dalam ilmu linguistik. Justeru, ketika
memilih perkataan, kaedah ini mendahulukan perkataan yang hampir-hampir sama bunyi
daripada kedua-dua bahasa yang dibandingkan itu:
coffee - kopi
school - sekolah
radio - radio
bicycle - basikal
biscuit - biskut
Manakala pemilihan ayat-ayat pula dilakukan berdasarkan bentuk yang sama juga.
Subjek Kata kerja Objek
Saya
I
pergi
go
ke sekolah.
to school.
Dia
He
minum
drinks
susu.
milk.
Dengan demikian murid boleh memahami dan bertutur dalam bahasa sasaran dengan
menggunakan sebutan yang baik. Guru bolehlah merancang pengajarannya seperti berikut:
(a) Guru menyebut bunyi perkataan-perkataan dalam bahasa sasaran;
(b) Murid dilatih tubi menyebut bunyi-bunyi tersebut;
(c) Guru memberi contoh-contoh struktur ayat atau unsur-unsur tatabahasa; dan
(d) Murid membuat kesimpulan berdasarkan contoh-contoh yang diberi oleh guru.
24
Kaedah Audio-Lingual
Kaedah audio-lingual ini menggunakan alat-alat rakaman bagi tujuan memudahkan murid
menjalankan latihan bahasa, khasnya latihan bertutur secara intensif. Kaedah pengajaran
ini berlandaskan prinsip-prinsip berikut:
(a) Bahasa adalah alat pertuturan bukan penulisan;
(b) Bahasa merupakan satu kebiasaan atau kelaziman;
(c) Murid mestilah diajar untuk menggunakan bahasa bukan dajar tentang pengetahuan
bahasa;
(d) Bahasa ialah apa yang dituturkan oleh penutur natif; dan
(e) Bahasa berbeza anta ra satu sama lain.
Berdasarkan prinsip tersebut, kaedah ini mementingkan aspek pertuturan. Kaedah ini juga
beranggapan bahawa pengajaran kemahiran bertutur merupakan proses untuk membentuk
kelaziman pertuturan murid. Dengan demikian, kaedah ini mengutamakan penggunaan
bahasa, justeru bahan sama ada yang digunakan atau diperdengarkan perlu mengambil
contoh bahasa yang dipertuturkan oleh penutur natif bahasa berkenaan. Pun demikian,
unsur-unsur bahasa asing yang berbeza dengan bahasa natif akan dilatihtubikan secara
intensif supaya murid dapat membiasakan dirinya dengan kemahiran bahasa berkenaan
dengan lebih mudah. Di samping itu, kaedah ini juga membolehkan murid memahami
kebudayaan asing melalui amalan bahasa, iaitu melalui kemahiran bertutur. Untuk
memastikan kaedah ini berjaya dilaksanakan, guru boleh mengatur langkah-langkah
pengajarannya seperti berikut:
(a) Murid mendengar dialog dalam bahasa asing;
(b) Murid meniru dan menghafal dialog tersebut;
(c) Setelah menguasai sebutan, murid dilatih tubi untuk berdialog; dan
(d) Apabila murid telah dapat menghasilkan struktur ayat, guru memberi rumus-rumus
ataupun peraturan struktur ayat yang dipelajari itu.
Kaedah ini berjaya menghasilkan murid yang mahir dalam kemahiran bertutur. Kaedah ini
juga dianggap sesuai dengan kanak-kanak kerana mereka suka meniru dan menghafaz.
Walau bagaimanapun, murid sukar untuk menggunakan bahasa dalam konteks yang
sebenar kerana situasi penggunaan bahasa tersebut tidak sama dengan dialog-dialog yang
dihafaz.
25
Kaedah Komunikatif
Pembelajaran menggunakan kaedah komunikatif ini terbentuk berlandaskan teori interaksi.
Prinsip pengajaran menggunakan kaedah ini ialah:
(a) Kanak-kanak memperoleh bahasa melalui proses kognitif dan interaksi bahasa.
Oleh itu, pengajaran bahasa mestilah merangkumi pengajaran kecekapan bahasa
dan komunikatif.
(b) Kanak-kanak menguasai makna terlebih dahulu dan kemudian baharulah mereka
dapat menggambarkan makna tersebut dalam struktur ayat yang tertentu. Dalam
pengajaran bertutur, murid-murid melibatkan diri dalam aktiviti bahasa yang
bermakna seperti dalam penyelesaian masalah, perbincangan, dialog, sumbang
saran, wawancara dan lain-lain supaya mereka dapat berlatih menggunakan struktur
bahasa yang diajar.
(c) Pengajaran bertutur mestilah melalui huraian bahasa dalam teks dan wacana dan
bukan secara ayat pencilan. Ini bermakna, untuk berkomunikasi dengan berkesan,
ayat-ayat tidak dihasilkan secara pencilan tetapi dalam suatu wacana.
(d) Pengajaran bertutur hendaklah mementingkan pengetahuan tentang bahasa dan
penggunaan unsur bahasa dalam konteksnya. Dengan kata lain, pengajaran
kemahiran bertutur tidak boleh bertumpu kepada aktiviti latih tubi atau latih amal
unsur-unsur bahasa sahaja tetapi juga perlu memasukkan aktiviti-aktiviti penggunaan
unsur-unsur bahasa yang telah dilatih tubi atau dilatih amal tersebut.
(e) Murid dibenarkan membuat kesilapan kerana dalam proses pemerolehan bahasa
juga kanak-kanak akan melakukan kesilapan. Mereka melakukannya semasa
mereka membuat percubaan hipotesis terhadap bahasa yang mereka gunakan.
Kesimpulannya dalam proses pengajaran kemahiran bertutur, kaedah komunikatif ini
bertujuan untuk membolehkan murid menguasai kecekapan bahasa (tatabahasa), dan
menguasai kecekapan menggunakan unsur-unsur bahasa yang dipelajari dalam konteks
penggunaan yang sebenar yakni dalam komunikasi bahasa.
Teknik Pengajaran Kemahiran Bertutur
Kaedah pengajaran kemahiran berbahasa memerlukan guru merancang prosedur atau cara
untuk menyampaikan isi kandungan pelajaran dalam bilik darjah. Apabila seseorang guru
memilih dan menentukan langkah-langkah pengajaran, cara penyampaian isi kandungan
pelajaran dan bahan bantu mengajar yang sesuai, bermakna guru tersebut sedang memilih
26
dan menentukan teknik pengajaran yang paling sesuai. Meskipun setiap pendekatan dan
kaedah mempunyai teknik pengajaran yang tertentu, seseorang guru boleh menggabungkan
beberapa teknik pengajaran sesuai sebagai strategi pengajaran kemahiran bahasa yang
dipercayainya paling berkesan.
Sebenarnya, terdapat banyak teknik pengajaran kemahiran bertutur yang boleh digunakan
oleh guru untuk mengajar murid bertutur dengan fasih, lancar dan tepat. Antara lain ialah
teknik:
(a) Latih tubi; (b) Bercerita;
(c) Bersoal jawab; (d) Perbualan / dialog/ wawancara
(e) Perbincangan; (f) Berbahas/ debat
(g) Main peranan dan simulasi; (h) Sumbang saran
(i) Drama atau lakonan; (j) Melapor berita
(k) Permainan bahasa; (l) Pengajaran puisi
(m) Penyelesaian masalah; (n) Tunjuk cara
Berdasarkan senarai teknik pengajaran kemahiran bertutur di atas,
dengan mengemukakan contoh-contoh yang sesuai buat rujukan
mengenai konsep, cara pengendalian, kelebihan dan kelemahan bagi
setiap teknik tersebut. Buatlah catatan nota dan peta minda yang
sesuai bagi setiap teknik berkenaan.
Aktiviti Pengajaran Kemahiran Bertutur
Teknik pengajaran boleh dipraktikkan dalam bilik darjah melalui aktiviti-aktiviti pembelajaran.
Sebagaimana teknik, terdapat jpelbagai aktiviti yang boleh dijalankan semasa prose
mengajar kemahiran bertutur dalam bilik darjah. Walau bagaimanapun, modul ini hanya
membincangkan beberapa contoh aktiviti yang sering digunakan oleh guru di dalam bilik
darjah.
27
Latih Tubi Sebutan
Latih tubi sebutan dijalankan untuk melatih murid menguasai bunyi-bunyi bahasa, sebutan
dan pola ayat berdasarkan bahagian-bahagian dialog yang akan ditiru dan dihafaz oleh
murid.
Latih tubi penyebutan bunyi ini juga meliputi latih tubi menyebut bunyi fonem dalam
perkataan yang mungkin menimbulkan masalah sebutan, dan pasangan minimal yang boleh
menghasilkan makna yang berbeza.
Latih tubi pemintal lidah bertujuan untuk melatih murid-murid menyebut sesuatu bunyi itu
dengan betul dan tepat. Biasanya latih tubi jenis ini mengandungi bunyi-bunyi yang menjadi
masalah kepada murid. Misalnya, kelemahan menyeb ut fonem /p/
- Pandang pandan tepi pagar depan padang.
- Cuba pandang lopak-lopak air tepi jalan dengan pantas.
Bola.
Ali menendang bola.
Ali menendang bola di padang.
daki - laki tari - lari malu - balu
Murid-murid, ikut
cikgu sebut.
Bola. Ali menendang
bola. Ali ….
28
Nyanyian
Seni kata lagu digunakan sebagai bahan untuk ditiru dan dihafaz oleh murid-murid. Aktiviti
nyanyian dapat membantu murid menguasai kemahiran bertutur kerana menyanyi
memerlukan penyebutan bunyi-bunyi dengan betul, mengikut rentak dan nada yang tertentu.
Selamat datang.
Sila masuk ke dalam.
Mari kita duduk.
Apa khabar sekarang.
Sudilah minum.
Janganlah segan-segan.
Minum air kopi.
Makan kuih di pinggan.
Latihan Pandang dan Sebut
Gambar-gambar boleh digunakan sebagai bahan rangsangan untuk menghasilkan
pertuturan. Latihan pandang dan sebut merupakan latih tubi bertutur dengan menggunakan
gambar-gambar yang dimasukkan dalam teks latihan. Di samping itu, kad imbasan
bergambar, carta bergambar, bahagian filem dan slaid sering juga digunakan.
i. Pak Abu seorang petani.
ii. Dia bekerja di sawah.
iii. Dia menggunakan kerbau
untuk membajak tanah.
29
Teliti gambar di atas dan rancang aktiviti pengajaran dan pembelajaran
kemahiran lisan: mendengar dan bertutur bahasa Melayu dalam
kalangan murid muurid Tahun 4.
Karangan Lisan
Karangan ini disampaikan dalam bentuk lisan, dihasilkan oleh murid-murid berdasarkan
bahan yang diberi oleh guru. Bahan tersebut menjadi bahan rangsangan kepada murid
untuk bersoal jawab, membuat latihan lisan bagi tujuan memperoleh bahan untuk menulis
karangan bebas.
Latihan bersoal jawab merupakan latihan lisan sama ada berdasarkan petikan yang dibaca
ataupun senarai gambar yang disediakan. Dalam latihan ini, murid-murid dikehendaki
menjawab soalan-soalan yang dikemukakan oleh guru secara lisan.
Dalam latihan penghasilan pula, murid-murid diberi petikan untuk dikaji. Kemudian, muridmurid
dikehendaki menghasilkan petikan itu semula dengan menggunakan perkataan
mereka sendiri. Dalam hal ini aspek kemahiran lisan: mendengar dan bertutur jauh lebih
penting daripada menghasilkan karangan bertulis.
Memproses Maklumat
Aktiviti ini dilakukan dalam kumpulan berempat atau berlima. Umumnya, murid-murid
mempunyai jurang maklumat. Dalam hal ini komunikasi wujud kerana timbul keperluan
30
untuk berbincang dan menilai fakta-fakta yang diberi dalam kumpulan bagi tujuan
menyelesaikan sesuatu tugasan/masalah yang berkaitan.
Contoh:
Interaksi Sosial
Aktiviti ini berfokus kepada penggunaan bahasa yang sesuai dalam konteks sosial/situasi
tertentu, dilaksanakan dalam bilik darjah berbentuk perbualan, perbincangan, simulasi dan
lakonan. Sebaik-baiknya, aktiviti ini disusun dari peringkat mudah kepada peringkat yang
lebih mencabar.
Contoh: Lakonan Terkawal
Murid A : Pada suatu petang, anda tiba di sebuah hotel. Anda berjumpa penyambut
tetamu hotel itu dan tanyakan sama ada, ada bilik kosong atau tidak.
Tanyakan harga bilik itu. Beritahu berapa malam anda akan bermalam di
situ. Tanyakan di mana anda boleh meletakkan kereta anda.
Murid B : Anda adalah penyambut tetamu sebuah hotel yang terkenal dengan
pekerjanya yang peramah. Hotel mempunyai dua bilik kosong, satu bilik
Senarai barang yang diberi oleh
guru.
· Khemah
· Lampu picit
· Makanan kering
· Makanan basah
· Alat memasak
· Pakaian
· Baldi
· Alat menjahit
· Pisau
· Kapak
· Bantal
· Selimut
· Air
· Susu tin
· Cangkul
· Surat khabar
· Radio
· Mancis api
Murid diminta berimaginasi bahawa mereka
akan pergi berkhemah di bukit selama tiga
hari. Tiap-tiap seorang hanya boleh
membawa barangan seberat tidak melebihi
20 kilogram. Kumpulan mesti mengambil
keputusan apa yang paling perlu mereka
bawa dari senarai yang diberi oleh guru.
Mereka juga dikehendaki memberi alasan
mengapa mereka membuat keputusan
begitu.
31
untuk seorang dan sebuah lagi untuk dua orang. Harga bilik untuk seorang
ialah RM 10.00 dan RM 15.00 untuk bilik dua orang untuk satu malam. Di
belakang hotel ada tempat letak kereta. Hotel anda juga menyediakan
sarapan pagi bagi pelanggannya. ( Kamaruddin Hussin : 2001)
Teliti gambar di bawah, kemudian jawab soalan berikut:
(a) Perihalkan situasi yang anda lihat dalam gambar tersebut;
(b) Jelaskan mengapa fenomena ini boleh berlaku
(c) Buat dialog yang sesuai bagi tujuan memperbaik dialog yang
terdapat dalam gambar ini.
Rumusan
Perhubungan antara pendekatan, kaedah dan teknik dalam pengajaran dan pembelajaran
bahasa, khasnya kemahiran bertutur adalah sangat rapat. Dalam proses pengajaran dan
pembelajaran bertutur, unsur-unsur ini bukanlah bersendirian atau terpisah sifatnya malahan
ia kelihatan berinteraksi, selaras dan menyaling. Oleh itu, perancangan yang baik dan
lengkap untuk menggunakan unsur-unsur ini akan menghasilkan satu pengajaran yang
bermutu serta pembelajaran yang berkesan.
32
Tajuk 4
Kemahiran Mendengar dan Bertutur
· Penyediaan Rancangan Pengajaran Aktiviti Mendengar dan Bertutur
· Objektif, Langkah-langkah Sebelum, Semasa dan Selepas Aktiviti
· Prinsip Pembinaan dan Penggunaan Bahan Pengajaran dan
Pembelajaran
Sinopsis
Rancangan Pengajaran sama ada mingguan dan harian mengandungi set pengetahuan
lengkap yang menghuraikan rancangan aktiviti pengajaran kemahiran mendengar dan
bertutur dalam bilik darjah. Antara lain Rancangan Pengajaran Mingguan/Harian guru sedikit
banyak mengandungi keterangan mengenai objektif, langkah pengajaran sebelum, semasa
dan selepas pelaksanaan sesuatu aktiviti. Dalam hal ini terutamanya yang berkaitan dengan
pembinaan dan penggunaan bahan bantu pengajar, prinsip-prinsip asas mengenainya perlu
dipatuhi supaya tahap keberkesanaan pengajaran guru dapat dipertahankan.
Hasil Pembelajaran
1. Menentukan objektif dan aktiviti: sebelum, semasa dan selepas proses pengajaran
kemahiran mendengar dan bertutur; dan
2. Menyatakan beberapa prinsip pemilihan, pengasilan dan penggunaan bahan bantu
mengajar yang sesuai dalam proses pengajaran dan pembelajaran kemahiran
mendengar dan bertutur;
Kerangka Konsep
Modul untuk membangunkan strategi pengajaran efektif
Menetapkan
Matlamat
Menulis
Objektif
Membentuk
ujian
Membentuk
aktiviti
pengajaran
Memilih Media
Pengajaran
Melaksanaka
n Pengajaran
Meneliti
Semula Teks
Menganalisis
Ciri-Ciri
Pelajar
Menyemak Pengajaran
33
Penyediaan Rancangan Mengajar Kemahiran Lisan: Mendengar dan Bertutur:
Komponan Persediaan Mengajar
Persediaan Penyampaian Penutup
Maklumat Am Set Induksi Kesimpulan
Pengetahuan Sedia Ada Perkembangan Penilaian
Objektif Pengajaran i. Kemahiran Peneguhan Tugasan
Isi Pelajaran ii. Kemahiran
menerangkan Ilustrasi
Ulasan Kendiri
iii. Kemahiran
Menggunakan Papan
Tulis
iv. Kemahiran Variasi
Rangsangan
v. Kemahiran Menyoal
Menulis Rancangan Mengajar Kemahiran Lisan: Mendengar dan Bertutur
Menyediakan Rancangan Mengajar Kemahiran Lisan: Mendengar dan Bertutur penting,
sebagaimana pentingnya guru menyediakan rancangan mengajar kemahiran berbahasa
yang lain. Cuma, berbanding dengan kemahiran membaca dan menulis, kemahiran
mendengar dan bertutur merupakan asas kepada penguasaan kemahiran berbahasa yang
berikutnya. Justeru, dalam usaha merancang aktiviti pengajaran dan pembelajaran
kemahiran mendengar dan bertutur, guru perlu lebih berhati-hati memilih dan menyediakan
aktiviti pengajaran yang lebih sesuai, tepat dan berkesan. Maknanya, guru perlu
menentukan matlamat / objektif pengajarannya secara tepat meliputi aspek pengetahuan
(menyenaraikan, menyatakan, menghuraikan, mengenali) kemahiran intelek (menjelaskan,
menggunakan dan menyelesaikan), psikomotor (menyampaikan dan melaksanakan) dan
afektif (memilih).
Pengajaran dan Pembelajaran Kemahiran Lisan: Mendengar dan Bertutur
Perancangan aktiviti lisan melibatkan tiga peringkat berikut:
(a) Peringkat persediaan (sebelum melaksanakan proses P & P)
Pada peringkat ini, guru sekurang-kurangnya perlu melakukan tiga perkara asas,
iaitu: (i) guru menerangkan tugasan atau dengan memberi contoh-contoh yang
sesuai membuat tunjuk cara mengenai apa yang akan dilakukan oleh murid dalam
proses pengajarannya nanti; (ii) guru menyedia dan mengedarkan bahan-bahan (kad
34
kiu, kad imbasan, bahan stensilan, gambar, alat tulis dan seumpamanya) yang akan
digunakan dalam proses P & P; (ii) guru perlu memastikan semua alat dan bahan
yang disediakan itu berada dalam keadaan baik, mencukupi, boleh digunakan dan
murid tahu menggunakannya, semasa mereka membuat atau melaksanakan
tugasan sebagaimana diarahkan.
(b) Peringkat pelaksanaan aktiviti (semasa melaksanakan proses P & P)
Terdapat sekurang-kurangnya dua perkara penting, iaitu (i) murid-murid
melaksanakan tugasan sebagaimana diarahkan; (ii) guru menyelia dan memberi
bimbingan secara kelas, kumpulan atau berpasangan, bahkan secara individu
sekiranya perlu.
(c) Peringkat susulan dan penilaian
Dalam proses pengajaran dan pembelajaran, peringkat membuat tindakan susulan
dan penilaian dianggap paling penting kerana pada peringkat ini guru boleh
menentukan sama ada, (i) objektif pengajarannya tercapai atau tidak, (ii) murid-murid
boleh atau tidak melaksanakan tugasan yang diberikan dalam tempoh masa yang
ditetapkan, (iii) apakah kekuatan @ kekurangan yang terdapat dalam proses
pengajaran dan pembelajaran berkenaan, dan (iv) berdasarkan maklum balas yang
diperolehnya dalam perkara (i – iii), guru boleh membuat penambahbaikan
mengenainya. Paling penting sebagai tindakan susulan, guru boleh meminta murid
melaksanakan tindakan susulan sama ada aktiviti pemulihan (untuk murid-murid
yang lemah) dan aktiviti pengajayaan (untuk murid-murid yang berpotensi
cemerlang).
Prinsip Pembinaan dan Penggunaan Bahan Pengajaran dan Pembelajaran
(a) Bahan yang sesuai
Prinsip pembinaan bahan pengajaran dan pembelajaran kemahiran lisan: mendengar dan
bertutur sebenarnya berkaitan dengan kriteria pemilihan bahan berkenaan hendaklah sesuai
dengan objektif dan matlamat pengajaran bahasa Melayu (secara khusus kemahiran lisan),
pendekatan, kaedah dan teknik pengajaran; keadaan dan keselamatan murid-murid,
suasana dan kecenderungan pembelajaran murid:
35
Kesesuaian dengan perkara Penjelasan
Objektif dan matlamat
pengajran
(a) Guru boleh memilih bahan yang sesuai dan dapat
membantunya mencapai objektif dan matlamat
pengajaran;
(b) Selaras dan menepati hasrat Kementerian Pelajaran
Malaysia , Falsafah Pendidikan Kebangsaan dan
Kerajaan Malaysia;
(c) Sesuai dengan kebudayaan, adat resam,
kepercayaan dan amalan dalam kalangan
masyarakat tempatan.
Pendekatan, kaedah dan
teknik pengajaran
(a) Bahan yang dipilih hendaklah jelas dan pemilihannya
ditentu lebih terdahulu.
Keadaan pelajar (a) Pemilihan bahan perlu sesuai dengan keadaan
murid-murid yang belajar bahasa Melayu; dan
(b) Mengambil kira latar belakang pendidikan, status
sosioekonomi dan tahap pencapaian pelajar;
Suasa pembelajaran (a) Bahan yang sesuai dengan suasana pembelajaran
akan meninggalkan kesan yang baik kepada muridmurid;
(b) Elemen penting dalam suasana pembelajaran ialah
murid-murid, guru, isi pelajaran dan bahan; dan
(c) kesesuaian bahan yang dipilih merupakan motivasi
tinggi, mendorong, menggerak, merangsang,
mengarah dan menentukan reaksi murid-murid
terhadapnya
Minat pelajar (a) Bahan pengajaran yang dipilih mesti sesuai, selari
dan dengan minat dan kecenderungan murid-murid
belajar.
Selain menimbang aspek kesesuaiannya, seseorang guru juga perlu memberi perhatian
kepada perkara-perkara berikut:
(b) Bahan yang dipilih mesti mencabar. Tiga perkara penting dalam proses pengajaran,
iaitu aspek rangsangan, pemikiran dan tingkah laku. Dalam hal ini, aspek
rangsangan akan menggerakkan akal (pemikiran), kemudiannya mempengaruh
tindakan (tingkah laku) seseorang. Sehubungan dengannya, bahan yang pilih
dalam proses P & P perlu memiliki ciri-ciri tersendiri yang boleh mencabar minda dan
mendorong minat murid-murid untuk belajar. Antara lain, mematuhi prinsip-prinsip
berkikut: (i) bahan konkrit kepada bahan abstrak, (ii) bahan mudah kepada yang
kompleks, (iii) bahan yang mempunyai fakta terasing kepada bahan yang
36
mengandungi fakta bersepadu, (iv) bahan yang khusus kepada bahan yang umum,
(v) bahan umum kepada bahan teori, (vi) bahan masa kini kepada bahan masa akan
datang, dan (vii) bahan yang bersifat duniawi kepada bahan yang bersifat ukhrawi!
(c) Bahan yang menepati objektif pengajaran. Hal ini penting kerana yang hendak diajar
itu ialah subjek yang berkaitan dengan bahasa Melayu. Sehubungan dengannya,
bahan yang dipilih itu mestilah mempunyai potensi untuk memperkukuh kemahiran
berbahasa. Selain itu, bahan P & P yang dipilih itu semestinya juga mengandungi
maklumat (fakta) tertentu. Antara lain, perkara yang boleh diberi perhatian, ialah (i)
pertautan bahan itu dengan isi kandungan, tahap pencapaian, kebolehan, minat,
latar belakang, pengalaman murid-murid, (ii) urutan susunan bahan perlu teratur –
mempunyai hubungan, kandungan bab kepada bab yang lain, (iii) mengandungi
maklumat @ fakta penting dan kemas kini - semasa, (iv) kosa kata yang sesuai
mengikut tahap/umur murid, (v) bahan berbentuk buku perlu dirujuk kepada
kementerian dan agensi kerajaan, dan (vi) bahan – bahan berkenaan perlu
mengandungi soalan latihan dan ulangkaji.
(d) Bahan yang menarik minat murid-murid. Hal ini demikian kerana reka letak, saiz,
ilustrasi dan grafik, kualiti kulit dan cara buku itu dijilid; bahan bantu mengajar
berkenaan mengandungi arahan yang jelas;
(e) Bahan yang jimat dan murah – perkara penting perlu diberi pertimbangan kerana
kewajaran kosnya (munasabah);
(f) Bahan yang praktikal – dari segi boleh guna, ekonomik – digunakan secara berulang
kali, bahkan boleh dimanfaat juga dalam P & P mata pelajaran lainnya;
(g) Bahan yang bersifat luwes - bahan yang boleh ubah cenderung untuk diguna pakai
dalam kalangan dan di antara mata pelajaran, kelas dan antara sekolah dan wilayah.
Sebenarnya, proses pemilihan bahan untuk kemahiran bertutur dan kemahiran mendengar
adalah sama sahaja. Perbincangan mengenai jenis bahan bantu mengajar untuk kemahiran
bertutur itu dinyatakan sebagaimana berikut:
Aktiviti latih tubi untuk pertuturan
Aktiviti latih tubi bertujuan membolehkan murid-murid bertutur dengan baik menggunakan
alatan seperti pita rakaman, gambar-gambar bersiri, carta, kad-kad imbasan tanpa gambar
dan bergambar, filem dan slaid.
37
Aktiviti peniruan dan hafazan
Bahan-bahan untuk aktiviti peniruan dan hafazan ini selalunya disediakan oleh guru dan
disesuaikan dengan kebolehan dan kematangan murid. Contohnya adalah seperti dialog,
seni kata lagu, dan petikan karangan.
Aktiviti kemahiran komunikatif
Alat yang berkesan untuk aktiviti komunikatif ialah pita rakaman video kerana melalui pita
rakaman ini murid dapat mendengar contoh–contoh sebutan, nada, intonasi dan gaya
pengucapan penutur dalam satu interaksi bahasa. Selain itu, murid dapat melihat cara
penggunaan unsur-unsur bukan linguistik seperti gerak tangan, kepala, mimik muka dan
lain-lain yang dapat menyampai kan sesuatu maksud. Misalnya:
(a) Guru menayangkan cerita Peristiwa di Sebuah Pasar Raya tanpa suara kepada
kelas;
(b) Murid secara individu meramal dan mencatat kata bual watak tersebut;
(c) Murid berbincang dalam kumpulan kecil tentang kata bual yang diramalkan, dan
menghasilkan sebuah dialog daripada kata bual yang telah dipersetujui bersama;
(d) Dialog dibentangkan kepada kelas dalam bentuk lakonan;
(e) Guru menayangkan semula cerita tadi dengan bersuara supaya murid boleh
membandingkan dialog ciptaan mereka daripada dialog rakaman; dan
(f) Setiap murid dikehendaki menyambung cerita tadi dalam bentuk penulisan.
Aktiviti lawatan boleh memberi pengalaman bermakna kepada murid-murid. Aktiviti lawatan
boleh membantu mereka menjalankan aktiviti komunikasi seperti perbincangan. Antara lain,
aktiviti lawatan boleh dilakukan seperti melawat tempat-tempat bersejarah, kawasankawasan
perindustrian, kawasan melombong dan tempat-tempat peranginan. Di samping
itu, alat bantu mengajar dalam bentuk pandangan seperti gambar, rajah, peta, jadual, iklan
boleh juga membantu murid dalam aktiviti prakomunikatif dan komunikatif.
38
Aktiviti pengumuman lisan
Pengumuman lisan boleh dipetik daripada pengumuman yang dibuat di lapangan terbang, di
stesen keretapi, dan dalam upacara-upacara tertentu.
Bahan pengajaran yang digunakan dalam aktiviti latihan kemahiran bertutur mestilah terdiri
daripada bahan–bahan yang authentic ataupun bahan-bahan yang diambil daripada
sumber asal. Contohnya, laporan cuaca, berita pengumuman, wawancara, forum, bacaan
sajak, syair dan lain-lain yang diambil daripada siaran radio atau televisyen. Penggunaan
pelbagai bahan daripada sumber asal dalam pengajaran bertutur ini penting kerana bahanbahan
tersebut mengandungi ciri-ciri utama dalam bahasa pertuturan yang perlu dicontohi
oleh murid-murid.
Anda telah mengetahui beberapa alat yang digunakan untuk menjalankan beberapa aktiviti
bertutur. Sekarang mari kita lihat bagaimana beberapa alat bantu mengajar digunakan
untuk menjalankan aktiviti-aktiviti bertutur.
Boneka
(a) Murid membaca dan memahami dialog Tutu dan Titi.
Perhatian kepada semua
penumpang Malaysian
Airlines dari Kuala Lumpur ke
Kota Kinabalu, Sabah.
Pesawat akan berlepas pada
pukul 3.00 petang. Semua
penumpang diminta masuk
melalui pintu B3.
39
(b) Kelas dibahagi kepada dua kumpulan, satu kumpulan membaca dialog Tutu, dan
satu kumpulan lagi membaca dialog Titi sambil guru memainkan boneka.
(c) Murid membaca sekali lagi secara kumpulan dan murid lain memainkan boneka.
(d) Dua orang murid diminta membaca dialog Tutu dan Titi dan dua orang lagi
memainkan boneka. Aktiviti ini dibuat bergilir-gilir dengan murid lain.
(e) Dua orang murid diminta melafazkan dialog sambil memainkan boneka.
(f) Guru dan murid bersoal jawab tentang pengajaran yang terdapat daripada cerita tadi.
Bahan Kartun
(a) Murid meneliti gambar kartun bersiri Dua Ekor Kambing tanpa dialog.
(b) Murid bercerita tentang gambar bersiri dengan mengguna kan bahasa yang sesuai.
(c) Guru dan murid berbincang tentang simpulan bahasa yang digunakan dalam cerita
dan dari segi ketepatan maknanya.
(d) Murid menulis cerita Dua Ekor Kambing dalam bentuk karangan.
Video dan Bahan Sastera
(a) Murid menonton rakaman drama.
(b) Murid dibahagikan kepada kumpulan.
(c) Setiap kumpulan diberi dua tugas iaitu memberi pendapat sama ada bersetuju atau
tidak dengan tindakan yang diambil oleh watak Hang Tuah, Hang Jebat dan Sultan
Melaka dalam cerita Hang Jebat.
(d) Kemudian kumpulan diminta memainkan peranan watak yang berkenaan dengan
membuat tindakan sendiri.
40
Gambar Foto (potret)
Kesimpulannya
Penggunaan alat bantu mengajar yang dinyatakan sebenarnya boleh diubah suai mengikut
keadaan dan keperluan peringkat pembelajaran murid. Apa yang penting ialah bagaimana
murid dilibatkan secara aktif dalam aktiviti yang dilaksnakan itu – menggunakan bahasa
dengan berkesan dan berkeyakinan untuk bertutur, memberikan pendapat secara kreatif
dan kritis. Sesungguhnya, keberkesanan alat bantu mengajar bergantung kepada sejauh
manakah deria seseorang itu dilibatkan. Dengan demikian, pendekatan yang melibatkan
pelbagai deria melalui pelbagai bahan, media atau alat bantu mengajar itu adalah perlu
untuk menghasilkan pembelajaran yang lebih berkesan dan bermakna.
Anda telah membaca beberapa jenis teknik, aktiviti dan alat bantu mengajar
kemahiran bertutur. Sekarang sila hasilkan tiga rancangan pengajaran harian
yang menggunakan teknik, aktiviti dan alat bantu mengajar yang sesuai untuk
mencapai kemahiran bertutur yang terkandung dalam Sukatan Pelajaran
Bahasa Melayu.
(a) Murid diminta menerangkan keadaan
emosi seorang kanak-kanak yang terdapat
dalam foto yang diperlihatkan iaitu sama
ada sedih, gembira, takut, marah dan
sebagainya.
(b) Murid kemudian meramalkan peristiwa
yang mencetuskan perasaan demikian.
(c) Murid diminta menyenaraikan beberapa
perkara yang menarik tentang pemuda itu
(d) Murid membuat karangan pendek tentang
kanak-kanak tersebut.
41
Tajuk 5
Kemahiran Mendengar dan Bertutur
· Prinsip dan Prosedur Pembinaan Instrumen Penilaian Kemahiran
Mendengar dan Bertutur.
Sinopsis
Penilaian merupakan aspek penting dalam pengajaran bahasa. Pun demikian dalam
pengajaran kemahiran mendengar dan bertutur, aspek penilaian terutamanya perihal
menentukan instrumen penilaian yang sesuai sebagai mengukur prestasi kemahiran
mendengar dan bertutur dalam kalangan murid-murid bukan sesuatu yang mudah. Justeru,
modul ini mencadangkan beberapa prinsip dan prosedur memilih, menentu dan
menggunapakai instrumen tretentu sebagai alat mengukur kemahiran mendengar dan
bertutur salam kalangan murid.
Hasil Pembelajaran
1. Menyatakan beberapa prinsip pemilihan, penghasilan dan penggunaan bahan yang
sesuai bagi proses pengajaran dan pembelajaran kemahiran mendengar dan
bertutur; dan
2. Mengemukakan bentuk penilaian aktiviti kemahiran mendengar dan bertutur.
Kerangka Konsep
Modul untuk membangunkan strategi pengajaran efektif
Menetapkan
Matlamat
Menulis
Objektif
Membentuk
ujian
Membentuk
aktiviti
pengajaran
Memilih Media
Pengajaran
Melaksanakan
Pengajaran
Meneliti
Semula Teks
Menganalisis
Ciri-Ciri
Pelajar
Menyemak Pengajaran
42
Pengenalan
Kemahiran lisan: mendengar dan bertutur melibatkan kemahiran memperoleh, membuat
taakulan, memproses dan kemudian menyampaikan maklumat: bertutur dengan
menggunakan kaedah sebutan (intonasi) yang tepat, betul dan berkesan. Selain itu,
kemahiran mendengar dan bertutur juga bermakna keupayaan seseorang menyebut frasa
dan ayat-ayat yang dibentuknya dengan menggunakan intonasi yang betul dan membuat
hentian mengikut unit-unit makna yang sesuai. Nada, kenyaringan dan kelantangan suara
mesti dikawal dan dihasilkan bersesuaian dengan situasi dan konteks pertuturan. Aspek
kepantasan bertutur dengan gerak anggota seperti mimik muka, gerak mata, tangan dan
sebagainya banyak membantu seseorang murid menyatakan perasaan, idea dan
pandangan seseorang mengenai sesuatu. Semua ini akan menghidupkan lagi suasana
pertuturan yang baik kerana ini dapat menentukan makna sesuatu ujaran yang diucapkan.
Seseorang yang dianggap petah berkata-kata, ialah seseorang yang menguasai
perbendaharaan kata, memilih dan boleh menggunakannya bertepatan dengan konteks
untuk menyampaikan maklumat itu dengan jelas dan tepat. Dengan itu, dia mampu
membentuk frasa dan ayat-ayat yang betul, iaitu tepat dari segi makna dan struktur. Dia
juga pandai menggunakan sesuatu perkataaan itu dengan berbagai cara dan makna yang
berbeza-beza berdasarkan bentuk binaannya yang berbeza pula.
Satu lagi aspek yang penting dalam pertuturan, ialah aspek ketatasusilaan berbahasa yang
perlu diguna mengikut situasi yang sesuai. Contohnya, bahasa Melayu mempunyai ujaranujaran
hormat untuk mempersilakan tetamu masuk ke rumah, mempersilakan makan,
meminta pertolongan dan berbagai-bagai lagi. Demikian juga, bahasa Melayu mempunyai
sistem panggilan dan sapaan yang khusus untuk merujuk seseorang yang menjadi lawan
kita bertutur. Kata sapaan itu hendaklah digunakan dengan betul dalam suatu interaksi yang
kita hadapi. Tegasnya, pengguna bahasa Melayu perlulah menggunakan bahasa itu
dengan betul, iaitu tepat dari segi tatabahasa dan juga kesesuaian penggunaannya dengan
konteks-konteks tertentu. Sehubungan dengannya, penilaian dan pengujian terhadap
kemahiran bertutur haruslah mempertimbangkan semua aspek bahasa dan tahu berbahasa
ini.
43
Bahagian-bahagian Penilaian Bertutur
Penilaian bertutur terbahagi kepada dua:
Pertama: penilaian kemahiran menyebut
Penilaian kemahiran menyebut lazimnya dijalankan dalam kalangan murid-murid pada
peringkat awal pembelajaran, khususnya kepada murid yang belum boleh bertutur dalam
bahasa yang mereka pelajari. Misalnya, dalam kalangan murid-murid bukan Melayu,
mereka masih memperlihatkan pengaruh bahasa ibunda yang kuat sehingga menyebabkan
bahasa Melayu yang mereka gunakan itu mengalami gangguan.
Walau bagaimanapun murid Melayu juga mengalami gangguan daripada dialek daerah.
Selain itu, penilaian sebutan ini perlu juga dilakukan dalam kalangan murid yang sukar
membunyikan sesuatu lambang atau huruf atau bunyi daripada bunyi-bunyi pinjaman seperti
kh, gh, sy, z, v, s dan f.
Penilaian dan pengujian kemahiran menyebut merangkumi penyebutan fonem, suku kata,
frasa dan ayat-ayat. Ini secara langsung melibatkan pula unsur-unsur tekanan, hentian dan
intonasi.
Penilaian kemahiran bertutur
Kemahiran bertutur merujuk kepada kemahiran berkomunikasi secara lisan dengan
menggunakan bahasa, iaitu untuk melahirkan perasaan, pendapat, kehendak dan
sebagainya. Kemahiran ini memerlukan seseorang itu berfikir dan menghasilkan ayat-ayat
secara spontan dan bertepatan dengan maksud yang hendak disampaikan.
Baiklah. Dapatkah anda merumuskan aspek apakah yang akan dinilai dalam kemahiran
bertutur ini? Mari kita rumuskan semula. Penilaian lisan memfokus kepada sebutan dan
pertuturan. Pertamanya, untuk melayakkan seseorang itu diterima sebagai penutur yang
fasih dan berkesan, ia perlulah dapat menyebut bunyi bahasa dengan betul mengikut nada
dan intonasi yang sesuai dengan konteks pertuturannya, kemudian, diadun pula dengan ciriciri
paralinguistik dan ketatasusilaan bahasa yang santun. Keduanya, seseorang itu tidak
mungkin petah berbahasa sekiranya dia tidak mempunyai kosa kata yang cukup. Dengan
itu, dia juga memerlukan penguasaan perbendaharaan kata yang luas. Bersama ketepatan
tatabahasa barulah seseorang itu dapat melahirkan perasaan dan pendapat secara spontan
dan tepat dengan maksud yang hendak disampaikan.
44
Teknik menguji kemahiran bertutur
Bertutur dengan gerak balas terhad
Bertutur mengikut arahan
Mengikut teknik ini, guru memberikan arahan tertentu supaya murid memberi gerak balas
secara terhad terhadap arahan tersebut. Misalnya,
TEKNIK
MENGUJI
KEMAHIRAN
MENYEBUT
Mengajuk atau meniru sebutan yang diperdengarkan.
Murid mendengar sebutan perkataan, frasa atau ayat yang
diperdengarkan oleh guru sama ada daripada pita rakaman
atau disebut sendiri, mengikut gaya sebutan yang betul
mengikut konteks dan situasi. Ayat-ayat itu boleh dipetik
daripada bahan bercetak seperti cerita.
Menyebut perkataan
pasangan minimal
Murid menyebut
pasangan perkataan
yang sukar disebut dan
dideikriminasikan
bunyinya. Guru
memaparkan perkataan
dan menyuruh murid
menyebutnya.
Kemudian guru
memaparkan perkataan
lain yang hampir sama
bunyi dan menyuruh
murid menyebut.
Kemudian guru
merumuskan perbezaan
bunyi kedua perkataan
tersebut.
Membaca kuat.
Ujian membaca kuat
boleh digunakan untuk
murid yang telah tahu
membaca. Dengan
membaca kuat, murid
dinilai dari segi
kelancarannya
membaca dengan
nada, intonasi dan
gaya mengikut
wacana dan konteks
ayat-ayat dalam
petikan yang dibaca
itu.
Pemarkatan.
Untuk memudahkan pemark atan ditentukan bahawa hanya satu
atau dua perkara sahaja yang dinilai (misalnya intonasi ayat dan
penyebutan dua atau tiga fonem yang menjadi masalah.
45
Guru : Beritahu rakan kamu bahawa saya akan datang ke rumahnya esok.
Murid : Ali, cikgu akan ke rumah kamu esok.
Ujaran-ujaran bertatasusila boleh juga dinilai berdasarkan teknik ini.
Guru : Kamu telah tersesat jalan dan telah bertemu dengan seorang tua yang
tidak kamu kenali. Tuturkan bagaimanakah kamu harus meminta
bantuan daripada orang tua itu. Kamu hendaklah menggunakan kata
sapaan dan kata-kata hormat yang sesuai untuk berkomunikasi dengan
orang tua itu.
Bertutur berdasarkan gambar
Di sini, gambar, peta, objek atau apa sahaja bentuk pictorial diagram perlu digunakan dan
beberapa soalan dikemukakan oleh guru. Murid perlu memberi gerak balas kepada soalansoalan
itu.
Guru boleh mengemukakan beberapa soalan mudah berdasarkan gambara di atas.
Misalnya:
(a) Siapa yang dapat kamu lihat dalam gambar ini?
(b) Apa yang sedang mere ka lakukan?
(c) Pada pendapat kamu apakah yang sedang dilakukan oleh orang yang bertutur itu?
(soalan ini lebih tinggi arasnya untuk menggalakkan murid berfikir dengan lebih
kritis).
46
Membaca Kuat
(a) Aspek yang diuji - sebutan, pertuturan dan intonasi.
(b) Bahan - sederhana panjang, sesuai dengan umur murid dan tahap
penguasaan bahasa. Masa yang sesuai untuk membaca
ialah 2-3 minit.
Kelebihan: Guru mudah membuat perbandingan kerana gerak balas murid tetap dan
terkawal. Banyak subkemahiran bertutur yang dapat dinilai seperti kecekapan menyebut
bunyi, kecekapan memberhentikan pembacaan mengikut unit makna dan nahu, dan
kecekapan mengucapkan ayat dengan nada, intonasi, dan tekanan yang betul.
Kelemahan: Tidak menunjukkan ciri-ciri komunikasi yang sebenar mengikut konteks kerana
murid hanya membaca bahan. Oleh itu, aspek-aspek kecekapan memilih struktur kata
hormat, spaan membina ayat secara natural dan spontan tidak dapat dinilai.
Bertutur Secara Berpandu
Bertutur secara berpandu memberi peluang yang lebih bebas kepada murid bertutur dengan
menggunakan kemahiran yang mereka telah kuasai. Pertuturan mereka tidaklah terikat
kepada perbendaharaan kata dan bentuk-bentuk ayat soalan guru sebaliknya mereka
berpeluang memilih perkataan dan membina ayat-ayat mereka sendiri. Walau
bagaimanpun, batasan masih ada, iaitu fokus pertuturan mereka itu tertakluk kepada
sesuatu yang telah ditetapkan oleh guru. Antara teknik-teknik yang tergolong dalam
penilaian jenis ini ialah:
Menceritakan semula sesuatu cerita atau petikan yang diberikan oleh guru.
(a) Guru memberi murid petikan cerita pendek;
(b) Murid membaca senyap;
(c) Guru membaca kuat petikan;
(d) Murid menceritakan semula petikan yang dibaca oleh guru;
(e) Aspek yang diuji ialah kemahiran mendengar dan memaham ( jika petikan dibaca
oleh guru). Kemahiran membaca dan memaham ( jika petikan dibaca oleh murid).
Kecekapan menggunakan kata, frasa dan ayat dengan gaya bercerita yang betul.
47
Membuat penjelasan atau pemerian mengenai sesuatu perkara:
Main peranan
Teknik ini juga digunakan untuk menguji kemahiran bertutur. Guru perlu memikirkan situasi
tertentu yang membolehkan murid memainkan peranan tertentu. Guru perlu
menerangkannya dengan jelas sebelum mengarahkan murid melakonkan apa yang
dikehendakinya. Penilaian ini boleh dijalankan secara individu ataupun secara
berpasangan. Misalnya:
Pilih dua orang murid, masing-masing diarahkan untuk memainkan peranan,
murid A sebagai inspektor polis dan murid B sebagai seorang awam yang
hendak membuat aduan tentang suatu kes ragut yang baru sahaja
disaksikannya, tidak jauh dari balai polis itu. Minta kedua-dua murid melakonkan
peranan masing-masing secaara spontan.
Teknik ini dapat menilai kecekapan murid memilih bentuk bahasa yang sesuai dengan
situasi dan dengan penutur tertentu, di samping dapat menilai berbagai-bagai subkemahiran
bertutur sebagaimana yang telah dinyatakan sebelum ini.
Temu bual dan Temu duga
Teknik temuduga atau temubual dalam menilai kemahiran bertutur dengan cara memberi
peluang yang lebih bebas kepada murid untuk bertutur dengan menggunakan kecekapan
berbahasa mereka sendiri. Teknik ini mewujudkan situasi komunikasi yang sebenar dalam
kalangan penemuramah dengan penemuduga, sama ada antara guru dengan murid atau
murid dengan murid. Dengan demikian, guru boleh menilai kebolehan sebenar murid-murid
menggunakan bahasa secara lisan dalam konteks sebenar.
· Murid diminta mengingat atau
mengimaginasikan sesuatu dan
menjelaskan sesuatu
mengenainya. Misalnya: percutian
semasa cuti sekolah.
· Teknik ini dapat menilai kecekapan
bertutur secara spontan, tanpa
bimbingan guru
48
Pemarkatan Ujian Bertutur
Terdapat dua bentuk pemarkatan yang boleh diterapkan untuk menguji kemahiran berturur,
iaitu pemarkatan secara objektif dan pemarkatan secara holistik.
Pemarkatan Secara Objektif
Pemarkatan secara objektif sesuai digunakan untuk murid-murid peringkat rendah yang
belum mempunyai asas penguasaan lisan yang kukuh dan belum boleh bertutur dengan
lancar. Soalan yang dikemukakan pula berbentuk item yang memerlukan murid memberi
gerak balas langsung dan bertutur dengan menggunakan ayat-ayat yang pendek
berdasarkan gambar; menjawab soalan-soalan pendek yang mudah, ataupun menyebut
ayat-ayat yang ditunjukkan kepada mereka dengan sebutan dan intonasi yang betul. Untuk
menentukan markat yang sesuai, senarai semak mestilah disediakan dan guru menandakan
pada ruang-ruang yang disediakan markat murid bagi setiap gerak balas yang mereka
berikan.
Bahagian A
Baca ayat-ayat di bawah ini denganintonasi yang betul
i. Kami bertiga sahabat baik berlainan sekolah
ii. Tolong ambilkan ayah surat khabar itu.
iii. Dengan siapa adik bermain bola tadi
iv. Wah, besarnya rumah awak!
Bahagian B
Jawab soalan ini dengan menggunakan ayat yang lengkap.
i. Apakah cita-cita kamu?
ii. Mengapakah kamu memilih itu sebagai cita-cita kamu?
iii. Bagaimana kamu berusaha untuk mencapai cita-cita kamu itu?
Bahagian C
Teliti gambar berikut dan jawab soalan-soalan yang disediakan.
Soalan:
i. Apakah yang dilakukan oleh orang-orang
itu?
ii. Apakah alat-alat yang digunakan oleh
mereka?
iii. Bagaimanakah cara mereka
melakukannya?
49
Penilaian kemahiran lisan, antara lain boleh dilaksanakan melalui tugasan berikut:
(a) memadankan – memadankan objek dengan tulisan; gambar dengan tempatnya dan
memadankan harga dengan objeknya; memadankan pasangan, aspek yang
berlawanan, sama dan sebagainya.
(b) megelompok – misalnya haiwan mengikut jenis dan jantinanya; buah-buahan, tempat
kediaman, kumpulan etnik dan sebagainya.
(c) menyusun dan melengkapkan – menyusun maklumat mengikut saiz, warna, umur,
kepentingan dan seumpamanya; menyusun perkataan menjadi ayat, peristiwa, isi
karangan dll.
(d) menyelesaikan masalah – menerangkan cara untuk sampai ke destinasi tertentu
dengan selamat;
(e) berinteraksi – melalui telefon, lakonan, dialog, forum dll
(f) simulasi – main peranan dalam lakonan, forum dll
(g) projek – perbincangan mengenai prestasi, prosedur, bahan projek: kos, pelaporan
dll.
Senarai Semak untuk Pemarkatan.
Nama Murid: .....................................................................................................
Markat
Bahagian
No: Gambar
Nombor
Soalan
2
1
0
1
2
3
4
A
5
1
2
3
4
5
J =
J =
50
Nilai Markat (cadangan)
2 Bagi jawapan yang tepat, betul sebutan, intonasi, pemilihan perkataan dan
tatabahasa.
1 Jawapan betul tetapi terdapat kesalahan yang kecil dari segi sebutan, intonasi atau
tatabahasa.
0 Jawapan salah, sebutan, intonasi, pemilihan perkataan dan tatabahasa juga
menunjukkan kesalahan yang ketara.
Untuk mengubah markat kepada peratus, darabkan markat setiap bahagian dengan 2.
Misalnya, jika pencapaian murid ialah 6, 7 dan 20, darabkan semuanya dengan 2; menjadi
12, 14 dan 40. Jumlah markatnya = 66.
Pemarkatan Secara Holistik
Pemarkatan bagi ujian lisan juga boleh dilakukan secara holistik atau keseluruhan, iaitu
kebolehan bertutur yang diperlihatkan oleh murid itu diberikan markat secara keseluruhan,
bukan secara perincian sebagaimana yang dicontohkan sebelum ini. Di sini, penguasaan
kemahiran pertuturan itu dibahagikan kepada beberapa pecahan dan markat diperuntukkan
bagi setiap pecahan itu. Semasa murid bertutur atau menjawab soalan-soalan yang
dikemukakan, guru mendengar dengan teliti dan memberi markat secara keseluruhan.
Bagi tujuan pemarkatan secara keseluruhan ini, kemahiran bertutur boleh dibahagikan
kepada lima komponen yang besar, iaitu:
i. sebutan
ii. kefahaman
iii. ketatabahasan
iv. keluasan perbendaha raan kata, dan
v. kelancaran pertuturan.
Setiap komponen ini haruslah diberikan peruntukan markat yang sama berat dan perlu
ditakrifkan dengan jelas supaya dapat dijadikan panduan oleh guru.
Rumusan
Topik ini membicarakan tentang konsep kemahiran lisan (mendengar dan bertutur),
penghasilan bahan, dan penilaian aktiviti kemahiran mendengar dan bertutur dalam
pengajaran bahasa Melayu. Kemahiran bertutur merupakan kemahiran yang penting, awal
51
diajar dan perlu dikuasai oleh murid, maka guru mesti memainkan peranan penting untuk
memastikan kejayaan murid-muridnya. Guru mesti faham, sedar dan pandai menggunakan
pendekatan, kaedah dan te knik pengajaran dan pembelajaran kemahiran lisan berlandaskan
prinsip-prinsip tertentu. Untuk mengesan kejayaan pengajaran dan pembelajaran itu, guru
harus pula menguji kecekapan murid dengan menggunakan pelbagai teknik dan cara
memberi markah. Diharap modul ini dapat memberi kefahaman kepada anda untuk
membimbing murid anda menguasai kemahiran lisan dengan baik dan berkesan.
(a) Huraikan taktir lima komponan kemahiran bertutur yang dapat dinilai
dengan menggunakan pemarkatan secara holistik.
(b) Anda telah mengetahui bentuk pemarkatan secara objektif dan holistik.
Pada pendapat anda, kaedah pemarkatan yang bagaimanakah lebih
bersan untukmenguji kemahiran berbahasa Melayu?
52
Tajuk 6
Kemahiran Membaca
· Matlamat dan Jenis Bacaan
· Peringkat Pengajaran Bacaan
· Teknik Bacaan – Intensif, Ekstensif, Skimming dan
Scanning
Sinopsis
Tajuk ini akan membolehkan anda mengetahui tentang kemahiran membaca. Tajuk ini akan
menjelaskan matlamat dan jenis bacaan, peringkat bacaan dan teknik bacaan. Empat teknik
bacaan yang akan dimuatkan ialah teknik bacaan intensif, ekstensif, skimming dan
scanning.
Kemahiran membaca dan memahami adalah kemahiran yang saling melengkapi. Walau
bagaimanapun, kemahiran membaca mesti diajar mengikut peringkat-peringkatnya supaya
penguasaannya memperlihatkan satu perkembangan yang meningkat. Semuanya harus
bermula daripada yang mudah kepada yang sukar. Akhirnya murid-murid dapat menguasai
kemahiran membaca senyap dan memahami apa yang dibaca. Dalam konteks ini bahan
bacaan perlu dipelbagaikan dan diajar dengan menggunakan strategi, kaedah, pendekatan
dan teknik yang sesuai dan berkesan.
Hasil Pembelajaran
1.1 Menjelaskan kemahiran membaca; matlamat, jenis bacaan dan peringkat
pengajaran bacaan
1.2 Menghuraikan teknik bacaan.
53
Kerangka konsep
Fikirkan:
Apakah matlamat guru melaksanakan pengajaran kemahiran membaca di sekolah rendah?
Arahan:
· Sila baca dan fahami tentang matlamat pengajaran kemahiran membaca di sekolah.
· Setelah anda memahami matlamat pengajaran kemahiran membaca, sila fahami jenis
bacaan yang boleh anda aplikasi dalam pengajaran dan pembelajaran.
· Sila berbincang dengan rakan anda sekiranya anda masih kurang faham tentang teori
ini.
Matlamat
Kemahiran membaca dan memahami diajarkan kepada murid-murid supaya mereka dapat
bertindak balas terhadap maklumat yang diperoleh dalam bentuk tulisan. Daripada
kemahiran ini, mereka dapat memperluas ilmu dan pengetahuan yang terakam dalam bahan
bertulis.
Matlamat dan Jenis Bacaan:
· Mekanis
· Mentalis
· Intensif
· Ekstensif
Peringkat Pengajaran Bacaan:
· Kesediaan membaca
· Prabacaan
· Mekanis
· Bacaan dan
Kefahaman
Teknik bacaan:
· Intensif
· Ekstensif
· Skimming
· Scanning Pengajaran Kemahiran Membaca
BAHASA MELAYU
Memahami Matlamat dan Jenis Bacaan serta Peringkat
pengajaran Bacaan dan
Aplikasi Teknik Bacaan Intensif, Ekstensif, Skimming dan
Scanning
54
Jenis Bacaan
Bacaan mekanis
Bacaan mekanis adalah bacaan bersuara dengan sebutan yang jelas dan tepat mengikut
sistem bunyi bahasa Melayu. Bacaan kuat ini mementingkan sebutan huruf dan bunyi
dengan betul, membaca mengikut intonasi, nada dan tekanan yang betul . Bahan bacaan
yang digunakan ialah bahan yang mudah difahami dan tidak membebankan fikiran.
Bacaan Mentalis
Bacaan mentalis dikenali juga sebagai bacaan akliah. Bacaan ini dilaksanakan dalam hati
tanpa suara setelah pelajar menguasai bacaan bersuara. Tujuan bacaan mentalis adalah
untuk memahami maklumat / idea atau buah fikiran.
Bacaan Intensif
Bacaan intensif adalah bacaan secara mendalam. Bacaan ini dilaksanakan dengan tujuan
untuk memperkembang kebolehan meneliti, memahami dan mentafsirkan perkara yang
dibaca. Bacaan ini memfokuskan kepada ciri-ciri tatabahasa, meneliti pembentukan dan
penggunaan bahasa dalam konteks dan situasi yang berlainan. Konsep bacaan intensif
adalah untuk memperkembang pembelajaran bahasa murid; memberi penjelasan tentang
struktur yang sukar dan memperkembang perbendaharaan kata; mengkaji ciri-ciri
tatabahasa; memperkembang usaha mengawal bahasa lisan dan pertuturan serta
kepentingan gerak laju dan kelainan latihan.
Anda perlu tahu matlamat anda
mengajar kemahiran membaca
kepada pelajar-pelajar ! Kini,
fahami pula jenis-jenis bacaan.
55
Bacaan Ekstensif
Bacaan ekstensif adalah bacaan meluas yang dilaksanakan di luar bilik darjah. Bacaan ini
menitikberatkan pengukuhan asas bacaan, menambah kemahiran pemahaman dan
meningkatkan kepantasan membaca. Melalui pembacaan ekstensif akan membolehkan
pelajar mencari isi-isi penting. Konsep bacaan ekstensif ialah kegiatan membaca dilakukan
di luar kelas; bahan bacaan perlu sesuai dengan murid; bahan yang berbeza dan murid
mendapat kepuasan, keseronokan dan terhibur.
Anda sekarang telahpun memahami jenis-jenis bacaan, lakukan rujukan untuk
mengetahui bagaimana jenis bacaan ini dapat diaplikasikan dalam pengajaran
dan pembelajaran.
PERINGKAT PENGAJARAN BACAAN
Peringkat Kesediaan Membaca
Menurut Juriah Long et.al (1994), kesediaan membaca ialah satu peringkat perkembangan
sama ada faktor-faktor alam sekitar ataupun faktor tersedia yang menyediakan seseorang
kanak-kanak itu untuk membaca. Peringkat ini dikatakan sebagai satu peringkat yang
menyediakan kanak-kanak dengan bacaan awal atau bacaan asas. Konsep kesediaan
membaca bukan sahaja meliputi pengajaran kemahiran-kemahiran sebelum bacaan, tetapi
juga merangkumi setiap kemahiran sebelum kemahiran membaca secara khusus dan
berterusan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan membaca seseorang kanak-kanak ialah
keadaan fizikal, pengalaman dan persekitaran, emosi dan motivasi serta kecerdasan dan
perkembangan kognitif. Dari segi fizikal, kemampuan kanak-kanak dilihat dari sudut
keupayaan alat-alat sebutannya menghasilkan bunyi-bunyi yang diajarkan, keupayaan
matanya mengecam bentuk, dan keupayaan pendengarannya mengecam bunyi-bunyi. Dari
segi emosi, kemampuan kanak-kanak dilihat dari segi minatnya terhadap bahan-bahan
bacaan dan minatnya untuk mendengar bacaan terutamanya bahan cerita. Dari segi mental
pula, kemampuan kanak-kanak dilihat dari segi keupayaannya mengingat apa yang telah
diberitahu dan kebolehannya menyatakan semula apa-apa yang telah diketahuinya.
Kesimpulannya, untuk membolehkan kanak-kanak menguasai peringkat kesediaan
membaca ini, anda sebagai guru hendaklah membimbing kanak-kanak menguasai pelbagai
kemahiran lain yang akan membantu mereka mencapai kemahiran membaca dengan lebih
mudah.
56
Sediakan latihan yang dapat mengukuhkan kemahiran peringkat
kesediaan dalam kalangan murid-murid yang anda ajar.
Prabacaan
Prabacaan merupakan kesediaan murid untuk membaca. Peringkat prabacaan meliputi
kemahiran pengamatan pendengaran, kemahiran pengamatan penglihatan, aktiviti
koordinasi psikomotor, latihan menajamkan daya ingatan, dan latihan bahasa pertuturan.
Peringkat bacaan pula meliputi kemahiran mengenal abjad hingga membaca ayat. Pada
tahap ini, murid didedahkan kepada aktiviti-aktiviti yang boleh mendorong mereka
mempertingkatkan ketajaman penglihatan dan pendengaran .
Untuk mencapai kemahiran-kemahiran tersebut, aktiviti prabacaan boleh dilakukan dengan
menggunakan permainan huruf, suku kata dan perkataan untuk mengukuhkan lagi
kemahiran tersebut.
Bacaan Mekanis
Pada tahap ini murid sudah boleh menyebut huruf, suku kata, perkataan, frasa dan ayatayat
mudah. Mereka juga boleh membatangkan perkataan yang mengandungi suku kata
terbuka dan tertutup yang bermula dengan konsonan. Kaedah-kaedah membaca yang
sistematik yang boleh digunakan ialah pandang dan sebut, kaedah terus, bunyi kata dan
abjad atau mengeja.
Bacaan dan Kefahaman
Kefahaman merupakan pelengkap kepada keperluan bacaan. Tanpa kefahaman terhadap
apa yang dibaca perlakuan bacaan itu tidak bermakna. Pada tahap bacaan dan kefahaman
ini murid sepatutnya mempunyai keupayaan untuk mengumpul maklumat dan makna
daripada apa yang dibaca dan mentafsir dan menilai sesuatu dengan sepenuhnya tentang
apa yang dibaca.
57
Anda telah pun mempelajari peringkat-peringkat pengajaran bacaan. Cuba
laksanakan peringkar-peringkat tersebut secara kontekstual mengikut tahap
kesesuaian pelajar anda.
Teknik Bacaan
Bacaan Intensif
Membaca intensif ialah kegiatan membaca yang menuntut ketelitian dan dilakukan secara
saksama. Ia melibatkan telaah isi dan pandangan terperinci sesuatu bahan bacaan.
Biasanya ia dilakukan berdasarkan petikan yang pendek-pendek untuk mengkaji pola-pola
kalimat, latihan kosa kata, diskusi umum dan sebagainya. Teks bacaan yang benar-benar
sesuai sahaja yang digunakan, iaitu bacaan yang dipilih secara berhati-hati dengan
mengambil kira bentuk dan isinya. Dua perkara yang dilibatkan dengan bacaan intensif ini
adalah membaca telaah isi dan membaca telaah bahasa. Dalam membaca telaah isi,
membaca teliti, membaca pemahaman, membaca kritis dan membaca idea sangat
dititikberatkan. Sementara membaca telaah bahasa, aspek-aspek yang berkaitan dengan
bahasa, ditegaskan.
Bacaan intensif adalah bacaan yang pada asasnya bertujuan memperkembang kebolehan
dalam meneliti, memahami dan mentafsir apa sahaja yang dibaca dengan tepat. Ia juga
memberi penekanan kajian terhadap ciri-ciri tatabahasa, meneliti pembentukan dan
penggunaan perkataan, serta pemakaian bahasa itu dalam konteks dan situasi yang
berlainan. Latihan-latihan bacaan intensif biasanya memerlukan bimbingan dan bantuan
penuh daripada guru-guru.
Banyak bahan yang
perlu kita baca !
Kita boleh
gunakan pelbagai
teknik yang telah
diajar oleh guru
kita. Teknik
bacaan ini akan
meningkatkan
pemahaman kita.
58
Konsep-konsep bacaan intensif
(a) Kegiatan membaca yang dikaitkan dengan usaha melanjutkan lagi perkembangan
pembelajaran bahasa pelajar bawah pimpinan guru;
(b) Asas kepada pengajar memberi penjelasan atau keterangan tentang struktur yang
sukar dan memperkembang perbendaharaan kata;
(c) Berkaitan dengan aktiviti mengkaji ciri-ciri tatabahasa, iaitu susunan kata dalam ayat
dan pengertian menurut kamus yang ditemui oleh pelajar dalam bacaannya;
(d) Memperkembangi usaha mengawal penggunaan bahasa dalam pertuturan dan
tulisan; dan
(e) Gerak laju dan kelainan latihan adalah dianggap penting.
Tujuan
(a) Untuk membolehkan kanak-kanak membaca dengan baik, betul dari segi sebutan,
intonasi, lancar dan tahu menggunakan tanda-tanda bacaan dengan baik;
(b) Untuk mengembangkan kebolehan mentafsir apa yang tertulis dalam bacaan dengan
mengkaji susunan kata dalam ayat dan pengertian dalam kamus;
(c) Membaca secara senyap dengan kepantasan yang sewajarnya;
(d) Menilai atau mengulas isi yang diperoleh daripada bahan-bahan yang dibaca;
(e) Mengesan, memahami dan menikmati unsur-unsur estetik dalam bahasa;
(f) Mengenal pasti laras-laras bahasa yang pelbagai; dan
(g) Membuat rumusan atau kesimpulan daripada bahan bacaan.
Bacaan Ekstensif
Membaca ekstensif ialah kegiatan membaca secara luas. Objeknya meliputi sebanyak
mungkin teks dalam jangka waktu yang singkat. Tujuannya adalah untuk memahami isi-isi
penting dengan cepat dan menganjurkan aktiviti membaca yang berkesan. Membaca
ekstensif biasanya melibatkan perkara-perkara berikut:
(a) membaca tinjauan
(b) membaca sekilas
(c) membaca dangkal
59
Membaca tinjauan dilakukan sebelum memulakan sesuatu bacaan. Pembaca akan meneliti
apa yang akan dibaca terlebih dahulu dengan cara memeriksa, meneliti indeks, daftar kata
yang terdapat dalam buku, atau melihat judul, bab, rangka kasar, kandungan dan
sebagainya. Latar belakang pengetahuan seseorang akan menentukan tepat atau tidaknya,
cepat atau lambatnya tinjauan dapat dilakukan.
Membaca sekilas adalah sejenis kegiatan membaca yang melibatkan pergerakan mata yang
cepat untuk melihat, memerhati bahan-bahan bertulis bagi mencari dan mendapatkan
maklumat dan penerangan. Ada tiga tujuan utama dalam membaca kilas. Pertama, untuk
memperoleh suatu kesan umum daripada sesuatu isi bacaan. Kedua, untuk mendapat halhal
tertentu daripada sesuatu bacaan. Ketiga, untuk mendapat bahan-bahan bacaan
daripada perpustakaan.
Membaca dangkal adalah untuk mendapat pemahaman yang dangkal yang bersifat luaran
atau tidak mendalam daripada sesuatu bahan yang dibaca. Membaca begini tidak
memerlukan pemikiran yang mendalam seperti keadaan membaca karya-karya ilmiah.
Bacaan ekstensif ialah bacaan meluas yang menekankan aktiviti-aktiviti membaca yang
dilakukan di luar kelas. Bacaan bentuk ini menekankan aspek pengukuhan asas bacaan,
menambah kemahiran memahami, dan menaakul isi bacaan, meningkatkan kepantasan
membaca, membina dan mengukuh minat membaca dan kebolehan memetik isi-isi penting.
Melalui bacaan ini, pelajar-pelajar akan mendapat kepuasan dan keseronokan di samping
berpeluang menimba ilmu pengetahuan.
KONSEP BACAAN EKSTENSIF
(a) Dilakukan di luar kelas secara sendiri tanpa bimbingan guru;
(b) Pelajar membaca tanpa menghadapi kesukaran dan seronok;
(c) Bahan bacaan adalah luas dari segi perbendaharaan kata, sesuai dengan minat,
umur, jantina, pengalaman, sikap dan cita-cita pelajar; dan
(d) Bahan-bahan yang berbeza.
Tujuan
Bacaan ekstensif membolehkan pelajar-pelajar:
(a) Membaca dengan cara tersendiri tanpa bimbingan secara langsung daripada orang
lain;
(b) Membaca dengan fasih dalam bahasa yang dipelajari;
(c) Mendapat pengetahuan sambil berhibur;
60
(d) Memperkaya bahasa - perbendaharaan kata, ungkapan, struktur ayat dan
sebagainya;
(e) Memberi peluang murid-murid terutama yang cerdas untuk meluaskan bacaan dan
membina daya kreatif;
(f) Menambah minat membaca;
(g) Membina daya berfikir dan membentuk sikap yang baik;
(h) Mempertingkat mutu dan kepantasan membaca;
(i) Memperluas dan mempertingkat tahap penguasaan bahasa;
(j) Membentuk tabiat gemar membaca, membuat rujukan dan menggunakan
perpustakaan;
(k) Mendedahkan murid kepada pelbagai laras bahasa;
SKIMMING
Skimming adalah satu kaedah membaca cepat dengan cara mengutip maklumat secara
sepintas lalu bagi mendapatkan idea penting. Strategi skimming ini penting kepada
pembaca yang hendak membaca banyak bahan dalam jangka masa yang singkat dan
hanya memerlukan maklumat penting sahaja. Skimming merupakan proses melihat sepintas
lalu atas sesuatu perenggan untuk mendapatkan idea utama.
Prosedur Skimming
Langkah-langkah skimming:
(a) Mulakan dengan menyelidiki secara keseluruhan tentang petikan. Carilah maklumat
tentang pengarang, tajuk dan maksud keseluruhan tajuk;
(b) Tentukan sumber pilihan supaya anda bersedia dengan sesuatu jenis penulisan
seperti hujah, teknikal dan sebagainya;
(c) Bacalah perenggan pertama, walaupun tidak penting tetapi perenggan ini menjadi
asas untuk ‘skim’;
(d) Semasa membaca perenggan pertama, cuba cakupkan isu utama dan konteks
petikan tersebut. ‘Konteks’ ini bermakna bukan sahaja idea dan perkataan tetapi latar
kepada petikan tersebut, seperti bila dan mengapa teks itu ditulis; apakah sikap
pengarang dan perkara-perkara yang boleh membantu anda untuk memahami tajuk
secara umum dan signifikannya;
61
(e) Baca ayat pertama dan ayat akhir bagi setiap perenggan – anda akan dapati idea
yang penting dan fakta; dan
(f) Baca perenggan akhir dn teliti – di sini biasanya terdapat unsur-unsur penyimpulan
dan rumusan.
Perkara penting ialah memahami perhubungan antara idea yang dikemukakan dan selepas
itu cuba mengecam maklumat sokongan. Kecepatan membuat skiming ini, berbeza-beza
antara seorang dengan seorang yang lain.
SCANNING
Scanning adalah kemahiran atau keupayaan untuk mendapatkan maklumat secara cepat
dan untuk mencari jawapan kepada sesuatu soalan atau maklumat secara khusus. Tujuan
scanning untuk menentukan sejauh mana kecekapan kita mencari sesuatu maklumat
tertentu (bukan menghabiskan bacaan dengan cepat). Kecekapan scanning bergantung
kepada penumpu an mental.
Prosedur
Langkah-langkah untuk scanning:
(a) Perkara paling penting ialah menentukan maklumat 'apa' yang hendak dicari.
(b) Perhatikan sepintas lalu ke atas bahan dan tumpukan perhatian kepada maklumat
yang di cari tanpa mempedulikan perkataan atau angka yang lain.
(c) Untuk mempercepatkan proses scanning, gunakan jari anda dan gerakkan secara
cepat ke atas barisan perkataan ketika membaca.
(d) Anda boleh gunakan panduan-panduan yang ada seperti tajuk kecil, perkataan yang
dihitamkan atau 'italic' yang mudah dilihat.
(e) Jika anda scan daripada bahan seperti surat khabar, fokus perhatian anda di tengahtengah
kolum dan gerakkan mata anda terus ke bawah.
Syabas! Anda telah pun mahir dengan teknik membaca yang terdapat dalam
modul ini. Terdapat banyak lagi teknik bacaan yang boleh anda pelajari. Sila
lakukan bacaan ekstensif untuk mengatahui dan mempelajari teknik-teknik
bacaan lain dan aplikasikan dalam pembacaan anda untuk meningkatkan
kemahiran membaca anda.
62
Tajuk 7
PENDEKATAN DAN KAEDAH PENGAJARAN BACAAN
· Pendekatan Binaan, Cerakinan, Komunikatif dan Pengalaman
Bahasa
· Kaedah Pandang Sebut
· Kaedah Abjad
· Kaedah Fonik
Sinopsis
Tajuk ini akan membolehkan anda mengetahui tentang pendekatan dan kaedah pengajaran
bacaan.Tajuk ini akan menjelaskan pendekatan binaan, cerakinan, komunikatif dan
pengalaman bahasa. Tiga kaedah bacaan yang akan dimuatkan ialah kaedah pandang
sebut, kaedah abjad dan kaedah fonik
Kemahiran membaca dan memahami adalah kemahiran yang saling melengkapi. Walau
bagaimanapun, untuk mencapai kemahiran tersebut pengajaran bacaan perlu diajar
menggunakan pendekatan dan kaedah tertentu yang dapat memberi kesan dalam
pembacaan. Kemahiran membaca mesti diajar mengikut peringkat-peringkatnya supaya
penguasaannya memperlihatkan satu perkembangan yang meningkat. Dalam konteks ini
bahan bacaan perlu dipelbagaikan dan diajar dengan menggunakan strategi, kaedah,
pendekatan dan teknik yang sesuai dan berkesan bagi mencapai hasil pembelajaran
kemahiran membaca
Hasil Pembelajaran
1.1 Menghuraikan kemahiran bahasa; pendekatan, kaedah dan teknik pengajaran
kemahiran-kemahiran bahasa
63
Kerangka konsep
PENDEKATAN PENGAJARAN BACAAN
Pendekatan Binaan
Pendekatan binaan juga dikenali dengan pendekatan sintesis. Mengikut pendekatan ini
pengajaran bacaan dimulakan dengan memperkenalkan unsur-unsur yang terkecil terlebih
dahulu, kemudian diikuti dengan unsur-unsur yang lebih besar. Unsur-unsur yang kecil akan
membentuk unsur yang lebih besar. Dalam pengajaran kemahiran membaca, murid-murid
diperkenalkan dengan huruf-huruf terlebih dahulu. Huruf-huruf digabungkan menjadi suku
kata, dan suku kata digabungkan menjadi perkataan. Kemudian perkataan akan membentuk
ayat. Pendekatan ini menghasilkan kaedah abjad.
Pendekatan Cerakinan
Pendekatan cerakinan (analisis) adalah pendekatan pengajaran yang mendahulukan unsurunsur
yang besar, kemudian unsur-unsur itu dicerakinkan kepada unsur-unsur yang kecil
yang membentuk struktur yang besar itu. Pengajaran kemahiran membaca mengikut
Pendekatan Pengajaran
Kemahiran Bahasa :
· Binaan
· Cerakinan
· Komunikatif
· Pengalaman
bahasa
Kaedah Bacaan
· Pandang Sebut
· Abjad
· Fonik
Pengajaran Kemahiran
BAHASA MELAYU:
Pendekatan dan Kaedah Bacaan Asas
Aplikasi Pendekatan Kemahiran Membaca Binaan,
Cerakinan, Komunikatif dan Pengalaman Bahasa.
Kaedah Bacaan Asas iaitu Pandang Sebut, Abjad dan Fonik
64
pendekatan ini dimulakan dengan cerita atau ayat. Kemudian ayat itu dicerakinkan kepada
perkataan, dan daripada perkataan dicerakinkan kepada suku kata dan seterusnya kepada
huruf. Dengan ini murid-murid dapat mengaitkan huruf-huruf yang tiada makna (abstrak)
dengan cerita / ayat yang bermakna. Jadi, murid-murid mempelajari sesuatu yang bermakna
dan menarik
Pendekatan Komunikatif
Pendekatan komunikasi menekankan penggunaan bahasa dalam komunikasi. Yang
dipentingkan dalam pembelajaran bahasa ialah tujuan dan bagaimana bahasa digunakan
dalam situasi dan konteks tertentu. Untuk melaksanakan komunikasi dalam kemahiran
membaca, guru harus merancang pembelajaran yang boleh mewujudkan situasi di mana
pelajar boleh berkomunikasi dengan cekap dan tidak hanya tertumpu kepada penguasaan
struktur bahasa sahaja. Pelajar perlu berinteraksi dalam bentuk kerja kumpulan atau secara
berpasangan, dalam melakukan pelbagai aktiviti bagi mewujudkan hubungan interpersonal
yang positif.
Antara aktiviti bacaan menggunakan pendekatan komunikatif ialah bercerita, teater
pembaca, laporan/ulasan buku dan choral speaking.
Prinsip pendekatan komunikatif:
(a) murid mengetahui tujuan aktiviti yang dilakukannya;
(b) pengajaran bahasa dibuat dalam konteks wacana;
(c) pengajaran bahasa mengikuti proses komunikasi sebenar;
(d) mempelbagaikan aktiviti komunikasi.
Pendekatan Pengalaman Bahasa (LEA)
Pendekatan pengalaman bahasa memberi penekanan kepada pengalaman atau
pengetahuan sedia ada murid-murid dalam membaca. Murid-murid akan mudah memahami
mesej yang cuba disampaikan oleh penulis dalam tulisannya sekiranya murid-murid
mempunyai pengalaman membaca bahan yang menggunakan laras yang sama serta
mereka mempunyai pengetahuan mengenai bidang yang dibincangkan.
Dalam sesuatu proses membaca, terdapat tiga peringkat pemahaman, iaitu lateral,
interpretasi & inferens, dan penilaian makna. Bagi setiap peringkat, murid-murid perlu
mempunyai pengalaman atau pengetahuan sedia ada untuk memudahkan mereka
menguasai peringkat-peringkat tersebut. Sebagai contoh, pada peringkat lateral, murid65
murid perlu mempunyai pengetahuan sedia ada mengenai ilmu kebahasaan (istilah,
tatabahasa, ragam, laras bahasa, keindahan bahasa dan sebagainya) untuk mengecam
tulisan yang dibacanya.
Pengalaman mereka membaca pelbagai bahan yang mempunyai pelbagai laras, susuk ayat
dan sebagainya akan memudahkan mereka mengenali tulisan tersebut. Pada peringkat
interpretasi & inferens, pengetahuan atau pengalaman murid-murid sangat diperlukan untuk
mentafsir makna (mesej) yang ingin disampaikan oleh penulis. Murid-murid mudah mentafsir
makna sekiranya bahan yang dibaca berkaitan dengan suatu bidang yang diketahuinya.
Sebagai contoh, jika murid-murid mempunyai pengalaman atau pengetahuan tentang
pelancongan akan memudahkan mereka memahami teks yang membincangkan soal
pelancongan. Kesimpulannya, pendekatan ini memanfaatkan pengalaman murid dalam
pembelajaran kemahiran bacaan.
Seseorang guru perlu mengambil tindakan berikut;
(a) Beri sebanyak mungkin pengalaman kepada murid-murid untuk membantu mereka
memahami bahan yang dibaca. Pengalaman boleh terdiri daripada pengalaman
sendiri atau pengalaman orang lain;
(b) Bahan bacaan yang dipilih oleh guru untuk dibaca oleh murid-murid perlu sesuai
dengan pengetahuan sedia ada mereka;
(c) Sediakan bahan-bahan sokongan lain seperti gambar, grafik, bahan maujud dan
sebagainya untuk membantu murid-murid menguasai konsep;
(d) Perbincangan mengenai bidang yang terdapat dalam teks bacaan perlu dijalankan
sebelum aktiviti membaca; dan
(e) Guru perlu mempelbagaikan bentuk / laras bahan bacaan dalam pengajaran
pembelajaran membaca.
Apakah kaedah pengajaran membaca yang pernah anda gunakan dalam
pengajaran pembelajaran membaca? Mungkin ada pernah mencuba pelbagai
kaedah. Mari kita belajar kaedah-kaedah yang boleh digunakan dalam
pengajaran bacaan.
66
Pelbagai kaedah telah diperkenal oleh pakar-pakar dalam bidang pengajaran kemahiran
membaca. Setiap kaedah mempunyai kekuatan dan kekurangan tertentu. Antara kaedah
pengajaran membaca ialah:
Kaedah Pandang Sebut
Kaedah ini dinamakan kaedah seluruh perkataan kerana pelajaran dimulakan dengan
memperkenalkan perkataan dan bukannya huruf atau suku kata. Kaedah ini dinamakan juga
kaedah pandang dan sebut kerana aktiviti utamanya ialah memandang dan menyebut.
Menurut Juriah Long et.al. (1994) perkataan diperkenal kepada murid-murid dengan
menggunakan kad-kad perkataan. Semasa kad diimbaskan, murid-murid menyebut
perkataan-perkataan itu beberapa kali. Perkara yang dipandang ialah gambar objek yang
terdapat pada bahan bantu belajar, dan yang disebut ialah perkataan pada bahan yang
ditunjukkan.
Pengajaran bacaan tidaklah dimulakan dengan mengenal dan menghafal huruf atau abjad
satu persatu tetapi murid-murid terus diperkenal kepada seluruh perkataan yang disertai
gambar. Mengikut kaedah ini, pada permulaannya murid-murid cuba mengenali lambang
lambang (abjad) secara keseluruhan, iaitu lambang-lambang yang membentuk sesuatu
perkataan. Untuk boleh membaca suatu ayat yang pendek, mereka perlu mengenali banyak
lambang.
Menggunakan bahan bantu belajar
KAEDAH
PANDANG SEBUT
Menyebut
Perkataan
Mencerakinkan
perkataan dan
kata
Membina dan
membaca ayat
Membaca
ayat latiha
n
67
Kaedah Abjad
Kaedah abjad ialah kaedah yang berfokus pada penghafalan abjad, pembentukan suku kata
dan aktiviti mengeja. Usaha menghafal abjad dan membentuk suku kata itu bertujuan untuk
membolehkan murid mengeja perkataan, maka kaedah ini dinamakan juga kaedah
mengeja. Dalam kaedah ini, nama-nama huruf perlu dikenal pasti dahulu melalui latihan
menyebut dan menghafal dari huruf ‘a’ hingga ‘z’ mengikut susunan. Seterusnya diikuti
dengan mengeja suku kata dan perkataan, huruf-huruf yang terkandung dalam suku kata
dan perkataan (Juriah Long et.al, 1994). Menurut Abdul Aziz Abdul Talib (2000), biasanya,
huruf besar diperkenalkan terlebih dahulu sebelum huruf kecil diajarkan. Manakala menurut
Raminah Haji Sabran dan Rahim Syam (1985) pula, kedua-dua bentuk huruf kecil dan huruf
besar didedahkan serentak.
Setelah murid menghafal semua nama huruf, pengajaran difokuskan pula pada nama dan
bunyi huruf vokal a, e, i, o, dan u dengan nama semua huruf yang terdapat dalam sistem
ejaan semasa. Mereka perlu menghafal nama semua huruf yang diperkenalkan itu. Setelah
murid menghafal nama semua huruf dan mengenal huruf vokal serta bunyinya, pelajaran
diteruskan dengan pembentukan suku kata secara berturutan Daripada suku kata itu
dibentuk perkataan. Latih tubi mengeja perkataan diadakan. Lazimnya pengejaan dilakukan
dengan menyebut nama huruf pada sesuatu suku kata diikuti dengan penyebutan suku kata
itu.
Menggunakan bahan bantu belajar
KAEDAH
ABJAD
Menyebut nama
huruf abjad a –
z; huruf besar
dan kecil
Menyebut suku
kata V dan KV
Mengeja suku
kata, perkataan
dan frasa
Membaca
ayat latiha
n
68
Kaedah Fonik
Kaedah fonik ialah kaedah yang menekankan penguasaan murid terhadap hubungan antara
huruf dengan bunyinya. Kaedah fonik hanya mensyaratkan murid mengingat bentuk huruf
dan bunyinya tanpa mengingat nama huruf. Kaedah ini bermula dengan memperkenalkan
huruf vokal kepada murid, diikuti dengan pengenalan huruf konsonan, pembentukan suku
kata, dan pembentukan perkataan yang bermakna dalam satu atau dua pelajaran sahaja.
Murid akan dapat membaca beberapa perkataan dengan cepat serta faham apa-apa yang
dibaca.
Setiap kaedah bacaan terdapat kelebihan dan kekurangannya. Anda
perlu cuba mengaplikasikan pelbagai kaedah mengikut kesesuaian murid
anda . Selamat mencuba dan berjaya!
Menggunakan bahan bantu belajar
KAEDAH
FONETIK
latiha
n
Membunyi
kan huruf
dan
asosiasi
dengan
Membatan
g suku
kata dan
perkataan
Membaca
frasa dan
ayat
69
Tajuk 8
TEKNIK PENGAJARAN KEMAHIRAN MEMBACA
(a) Survey, Question, Read, Review, Recite(SQ3R); Read,
Review,Recite (3R); Know,What,Learn,How,(KWLH); dan lainlain
(b) Teknik Bercerita
(c) Teater Pembaca
Sinopsis
Tajuk ini akan menjelaskan teknik pengajaran kemahiran membaca. Teknik yang akan
dijelaskan ialah teknik SQ3R, KWLH, RADAR, tatacerita dan teater pembaca. Teknik yang
mantap amat penting dalam melaksanakan pengajaran dan pembelajaran kemahiran
membaca bahasa Melayu. Teknik yang dipilih perlu sesuai dengan kebolehan murid, justeru
dapat meningkatkan minat murid terhadap pelajaran. Keberkesanan pengajaran bergantung
kepada pengolahan teknik yang dapat merangsang dan menggalakkan murid berinteraksi
serta berfikir kritis dan kreatif.
Hasil Pembelajaran
1.1 Menghuraikan tentang kemahiran bahasa: teknik pengajaran kemahiran-kemahiran
bahasa.
70
Kerangka konsep
Survey, Question, Read, Review, Recite (SQ3R)
1. SQ3R
SQ3R ialah teknik membaca kritis yang memerlukan seseorang mempersoal kesesuaian
maklumat yang terdapat dalam suatu bahan yang dibaca dengan tuga san yang perlu
diselesaikan.
SQ3R adalah singkatan bagi;
S (survey) - Tinjau
Q (question) - Soal/tanya
R (read) - Baca
R (recite) - Imbas kembali atau nyatakan secara lisan
R (review) - Baca semula
Survey (tinjau) ialah langkah membaca untuk mendapatkan gambaran keseluruhan tentang
apa yang terkandung dalam bahan yang dibaca. Ini dilakukan dengan meneliti tajuk besar,
tajuk-tajuk kecil, gambar-gambar atau ilustrasi, lakaran grafik, membaca perenggan
pengenalan, dan perenggan terakhir di bahagian-bahagian buku atau teks. Di sini juga
pelajar sebenarnya menggunakan teknik membaca pantas iaitu skimming dan scanning.
TEKNIK PENGAJARAN
KEMAHIRAN MEMBACA
(a) Survey, Question, Read,
Review, Recite(SQ3R);
Read, Review,Recite (3R);
(b) Know,What,Learn,How,
(c) (KWLH); dan lain-lain
(a) Lingkaran
Soalan,
(b) Tatacerita
(c) Bimbingan
Menjangka,
Teater Pembaca
· Bimbingan
Menjangka,
· Teater Pembaca
Teknik
Pengajaran Kemahiran Membaca
BAHASA MELAYU
Aplikasi Teknik Pengajaran Kemahiran Membaca SQ3R,
KWLH , Lingkaran Soalan,Tatacerita , Bimbingan Menjangka
dan Teater Pembaca
71
Question (soal atau tanya) ialah langkah yang memerlukan pelajar menyenaraikan satu siri
soalan mengenai teks tersebut setelah mendapati teks tersebut berkaitan dengan keperluan
tugasannya. Soalan-soalan tersebut menunjukkan keinginan pembaca tentang maklumat
yang ingin diperoleh dari bahan tersebut, dan menjadi garis panduan semasa membaca
kelak. Pelajar akan cuba mencari jawapan kepada soalan-soalan tersebut.
Read (baca) ialah peringkat pelajar sebenarnya membaca bahan atau teks tersebut secara
aktif serta mencuba mendapat segala jawapan kepada soalan-soalan yang telah
disenaraikannya sebelum ini. Ketika membaca, pelajar mungkin juga akan menyenaraikan
soalan-soalan tambahan, berdasarkan perkembangan kefahaman dan keinginannya
sepanjang melakukan pembacaan. Pelajar mungkin juga mempersoal pendapat atau
maklumat yang terdapat yang ditemuinya.
Recite (imbas kembali) ialah peringkat yang ketiga. Setelah selesai membaca, pelajar cuba
mengingat kembali apa yang telah dibaca dan meneliti segala yang telah diperoleh.
Pemilihan maklumat yang sesuai dilakukan dalam konteks tugasannya. Pelajar juga boleh
cuba menjawab soalan-soalan yang disenaraikan sebelumnya tanpa merujuk kepada nota
atau bahan yang telah dibaca.
Review (baca semula) merupakan peringkat terakhir. Pelajar membaca bahagian-bahagian
buku atau teks secara berpilih untuk mengesahkan jawapan-jawapan kepada soalan yang
dibuatnya di langkah ketiga. Pelajar juga memastikan tiada fakta penting yang tertingga.
Knowledge, What, Learn, How (KWLH)
KWLH adalah singkatan bagi yang berikut:
K (know) - Apa yang telah diketahui (sebelum membaca)
W (want) - Apa yang hendak diketahui (sebelum membaca)
L (learned) - Apa yang telah diketahui (selepas membaca)
H (how) - Bagaimana untuk mendapat maklumat tambahan - yang berkaitan
(untuk membaca seterusnya)
Melalui Teknik membaca kritis, pembaca disarankan mengingat dahulu apa yang telah
diketahui, membayang atau menentukan apa yang ingin diketahui, melakukan pembacaan
(bahan yang telah dipilih), mengetahui apa yang telah diperoleh dari pembacaan yang baru
dilakukan dan menentukan apa lagi yang perlu diperoleh (sekiranya perlu membuat
pembacaan seterusnya).
Teknik pembacaan akan membolehkan pelajar mengaitkan pengetahuan sedia ada dengan
apa yang dibaca, menentukan apa yang telah diperoleh dari pembacaannya, dan
menentukan apa lagi bahan yang perlu dibaca sekiranya ingin mendapat maklumat
72
tambahan. Dalam konteks pengajaran, pelajar dibiasakan menggunakan borang
menggunakan teknik KWLH.
Read, Analogize, Discuss, Apply, Review/Researsh (RADAR)
RADAR adalah singkatan bagi yang berikut:
R (Read) - Membaca
A (Analogize) - Menganalogi
D(Discuss) - Berbincang
A( Apply) - Mengaplikasi
R(Review/Research) - Menyemak/ Menyelidik
Teknik Radar direka oleh Martin pada tahun 1983. Teknik ini membolehkan pelajar
menghubungkaitkan apa yang diketahui dengan perkara yang baru. Lima langkah RADAR
ialah:
R – Pelajar dikehendaki membaca petikan serta mendapatkan maklumat yang
dikehendaki. Pelajar juga boleh mendapat maklumat daripada teks yang diberi
serta membandingkan dengan ma klumat lain.
A – Pelajar menerangkan bagaimana konsep , barang, idea, tempat berhubungkait dan
mempunyai persamaan.
D – Pelajar menyenaraikan persamaan yang terdapat pada barang, idea atau tempat.
Guru membantu pelajar membuat perbandingan serta menentukan persamaan
yang penting tentang konsep, barang, idea atau tempat.
A – Bincang secara mendalam tentang dua perkara yang dibandingkan.
R – Membuat penyelidikan lanjutan tentang apa yang dibincangkan atau merumus
semula apa yang telah dibincangkan.
RADAR berfungsi untuk mengesan pengetahuan baru dan mengaitkannya dengan
pengetahuan yang telah diketahui. Melalui kaedah ini pelajar berpeluang untuk
membandingkan konsep yang akan dipelajari dengan pengalaman atau pengetahuan sedia
ada pada diri mereka sendiri.
Teater Pembaca
Teknik yang melibatkan sekumpulan pelajar menghayati dan membaca skrip cerita dengan
menggunakan sebutan, nada dan intonasi yang betul bagi menggambarkan sesuatu cerita
yang dipersembahkan. Namun seorang pelajar akan membaca cerita dengan lancar dan
nada serta intonasi yang betul. Juga melakukan gerak aksi yang sesuai dengan isi atau
73
suasana cerita. Penggunaan suara, sebutan, gerak badan dan mimik muka paling
diutamakan bagi membantu pelajar-penonton memahami dan menghayati cerita tersebut.
Langkah pelaksanaan
(a) Memilih cerita yang sesuai dengan kebolehan;
(b) Plot diperbanyakkan untuk dibahagi kepada pelakon-pelakon;
(c) Pelakon memahami watak supaya dapat membaca dan beraksi mengikut dialog;
(d) Pembaca dapat membaca dengan baik, nada dan intonasi yang sesuai;
(e) Pelakon berbincang untuk mencari penyelarasan semasa persembahan;
(f) Guru membimbing pelakon menjayakan lakonan;
(g) Pelakon melakonkan watak mengikut skrip yang dibaca; dan
(h) Pelajar-pelajar lain diberi tugas tertentu.
TEKNIK BERCERIT A
Teknik bercerita merupakan salah satu pendekatan yang sesuai digunakan untuk membina
kecekapan berbahasa kerana cerita merupakan sesuatu yang dapat menarik minat dan
perhatian pelajar. Melalui teknik bercerita latihan pemahaman, perluasan perbendaharaan
kata dan tatabahasa dapat disampaikan. Selain itu, penguasaan kemahiran mendengar,
bertutur, membaca dan menulis dalam kalangan pelajar dapat ditingkatkan.
Perkara yang perlu diberi perhatian dalam melaksanakan teknik bercerita ialah:
(a) Perkembangan cerita hendaklah diberi perhatian agar ada peringkat permulaan,
kemuncak dan kesudahan cerita;
(b) Perhatian perlu diberi kepada teknik persembahan, suara, gerak laku dan kawalan
mata. Suara memainkan peranan yang penting dan harus dikawal supaya jangan
mendatar dan tidak menimbulkan kebosanan;
Tatacara dalam melaksanakan teknik bercerita ialah:
(a) Pilih cerita yang sesuai dengan umur, kecerdasan dan minat murid-murid;
(b) Sesuaikan dengan isi pelajaran yang hendak disampaikan;
(c) Kaji cerita tersebut dan masukkan aspek-aspek bahasa;
74
(d) Hafazkan frasa atau ayat-ayat penting;
(e) Lakukan latihan;
(f) BBM seperti gambar dan objek sebenar boleh digunakan untuk menguatkan
penceritaan; dan
(g) Sediakan kad-kad perkataan, frasa-frasa atau ayat-ayat yang berkaitan dengan
bahasa yang henda k disampaikan.
Terdapat beberapa teknik lain dalam meningkatkan kemahiran membaca,
cuba layari internet untuk mengetahui teknik-teknik bacaan tersebut.
.
.
75
Rujukan Asas Abd. Aziz Abd. Talib (2000), Pedagogi Bahasa Melayu: Prinsip,
Kaedah dan Teknik. Kuala Lumpur: Utusan Publication &
Distributors Sdn. Bhd.
Rujukan
Tambahan
Bachman Lyle F. (1990). Fundamental consideration in language
testing. Oxford: Oxford University Press.
Brown James Dean, Hudson Thom. (2002 ). Criterion-reference
language testing. Cambridge: Cambridge University Press.
Kiely, Richard (2005). Program evaluation in language education.
Basingstoke: Palgrave Macmillan.
Lynch, Brian K. (2003). Language assessment and programme
evaluation. Edinburg: Edinburgh University Press.
McGrath, Ian. (2002). Materials evaluation and design language
teaching. Edinburg: Edinburgh University Press.
76
PANEL PENULIS DAN PEMURNIAN MODUL
PROGRAM PENSISWAZAHAN GURU SEKOLAH RENDAH
(PENDIDIKAN RENDAH)
NAMA KELAYAKAN
CIK NORLIZA BINTI YUSOF
Penolong Pengarah
Unit Kurikulum
Bahagian Pendidikan Guru
Kementerian Pelajaran Malaysia
Kelulusan:
Ijazah Sarjana Muda Pendidikan Seni
(dengan kepujian)
Pengalaman: Guru Bahasa Melayu (14 Tahun)
Dr. ISMAIL BIN ABD. RAHMAN
Institut Pendidikan Guru Malaysia
Kampus Tuanku Bainun
14000 Bukit Mertajam
Pulau Pinang
(iar_mail@yahoo.com.my)
Kelulusan:
Ph.D (Kesusasteraan Melayu, UPSI)
M.Ed (Pengajian Kurikulum, USM)
Cert.Ed (Pengajian Melayu, MPSP)
Pengalaman: Guru Bahasa Melayu (20 Tahun)
PUAN NORLIZA BINTI ABU BAKAR
Institut Pendidikan Guru Malaysia
Kampus Perempuan Melayu
Jalan Maktab
75990 Durian Daun
Melaka.
(norliza_ab@yahoo.com)
Kelulusan:
M.Ed (Pendidkan Pengajaran Bahasa
Melayu, UKM)
Bac. Pend. (Pengajian Bahasa Melayu sbg
Bahasa Pertama)
Pengalaman: Guru Bahasa Melayu
(27 tahun)
77
IKON
Rehat
Perbincangan
Bahan Bacaan
Buku Rujukan
Latihan
Membuat Nota
Senarai Semakan
Layari Internet
Panduan Pengguna
Mengumpul Maklumat
Tutorial
Memikir
Tamat
78
Lampiran B
STRUKTUR PELAKSANAAN KURIKULUM
(AKAN DISEDIAKAN KEMUDIAN )